JAKARTA - Selama ini, aparat penegak hukum kerapkali kesulitan mengungkap tindak kejahatan terorganisir. Barang bukti dan saksi berada dibawah manipulasi hebat, yang menyebabkan kasus-kasus besar tidak terungkap.
Keberadaan Whistleblower (sang peniup peluit) yang juga selaku Justice Collabolator (pelapor pelaku) adalah kunci untuk mengungkap hal tersebut. Karenanya, seorang peniup peluit atau lebih mudah disebut pelaku yang bekerjasama ini perlu mendapat keistimewaan dalam penanganannya, termasuk mendapatkan keringanan hukuman.
"Whistleblower perlu dapat keringanan, keberadaan mereka membantu mengungkap, dia dianggap pahlawan yang mendorong dan mengungkap kejahatan terorganisir yang terjadi, seperti korupsi, mafia hukum, dan narkotika," papar Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa dalam sambutannya di Hotel Aryaduta Jakarta, Selasa (19/7/2011).
Harifin mengungkap, pembuktian kesalahan terdakwa dalam kejahatan terorganisir tidak pernah mudah.
"Alat bukti mudah disembunyikan atau dimusnahkan, saksi yang pada umumnya teman atau kolega menghindar menjadi saksi karena ancaman. Kalau toh terpaksa jadi saksi, penuh ketidakjujuran," katanya.
Karenanya, dia mengatakan, keberadaan seseorang yang secara sukarela mau membuka tabir kejahatan, akan sangat membantu penegak hukum mencari kebenaran sesungguhnya. Mereka, lanjutnya, mungkin merupakan bagian dari kejahatan itu sendiri atau yang lebih dikenal dengan pelaku yang bekerjasama.
"Keterangan dari mereka sangat penting, karena mereka mengetahui dengan pasti pola-pola yang terjadi dan siapa-siapa yang terlibat," katanya.
Namun, untuk mendorong tampilnya seorang pelaku yang mau bekerjasama, Harifin menegaskan, perlu adanya keistimewaan yang diberikan kepada mereka.
"Walau tidak bisa dibebaskan dari tuntutan pidana, tapi kesaksiannya perlu dijadikan pertimbangan untuk meringankan hukuman, atau memberi grasi," katanya.
(TB Ardi Januar)