Selanjutnya, yang harus diperhatikan lagi, jangan sampai pipa kurang dari dua meter. Soalnya, ungkap Andris, bila kurang, maka akan berpengaruh juga pada kondensasi uap panas dihasilkan bisa tidak maksimal.
Menurut Andris untuk menghasilkan minyak yang jernih dibutuhkan kwalitas plastik yang bagus. Seperti gelas plastik, botol air mineral, ember yang bagus. Namun untuk mendapatkan plastik kualitas seperti itu sangat sulit.
"Terus terang untuk mencari limbah plastik seperti botol air mineral, ember yang bagus, gelas dan piring plastik sangat sulit sekali. Soalnya dari pada di bakar untuk dijadikan minyak, lebih baik dijual ke pengepul karena harga per kilonya cukup tinggi sekitar Rp5.000," keluh Andris.
Satu alat pembakar ukuran kecil mampu menampung empat kilogram sampah plastik. Nantinya empat kilogram sampah tersebut akan mampu menghasilkan 0,75 liter minyak. Sedangkan sisa dari pembakaran plastik bentuknya seperti arang. Namun, mudah hancur. Sehingga tidak dapat dipergunakan menjadi arang.
Meski belum diuji cobakan secara ilmiah, minyak hasil penyulingan limbah plastik bisa digunakan sebagai bahan bakar kompor minyak. Tak hanya itu saja, ternyata minyak yang dihasilkan dari penyulingan limbah plastik ini, bisa juga dipergunakan sebagai bahan bakar kendaraan, terutama yang bermesin 2 tak.
"Kalau minyak ditumpahkan di atas batu tidak bisa terbakar. Sedangkan minyak hasil limbah plastik ini, ditumpahkan ke atas batu, bisa dibakar. Ini menandakan hasil minyak dari limbah plastik ini setingkat di atas minyak tanah," ungkap Andris sambil menunjukan buktinya dengan membakar batu yang sudah ditumpahkan minyak hasil penulingan limbah plastik.
Menurut Andris minyak hasil penyulingan limbah plastik ini tidak akan dijual bebas. Hasil olahannya, saat ini, tengah disosialisasikan kepada warga sekitarnya.
Meskipun diakui oleh Andris, dari 10 rukun tetangga di lingkungannya, baru 6 rukun tetangga yang terjamah. Warga di enam RT itu sebagian pernah menjajal minyak hasil sulingan Andris.
Sedangkan sisanya belum berani menjajal. Pasalnya, bau yang ditinggalkan dari sisa pembakaran minyak yang sudah dipergunakan belumlah sempurna sekali. Alasan itulah yang membuat hasil olahannya belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat sekitarnya.
Saat ini, Andris tengah berupaya bagaimana caranya menghilangkan bau yang dihasilkan saat proses pembakaran dilakukan. Meskipun untuk ke arah itu sudah dilakukan dengan mencoba menciptakan alat yang lebih besar dibandingkan alat sederhana dari drum bekas yang saat ini dimilikinya.
Untuk mengembangkan secara profesional,diakui Andris jelas tidaklah mungkin. Pasalnya, dirinya terbentur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan.
Untungnya saat awal memulai, dirinya mendapatan bantuan dari Lembaga Pendidikan dan Pembinaan (LPP) Kelurahaan Banjarsari. "Pak Rudy (Wali Kota Solo) siap membantu kesulitan dari pembiayaan. Asalkan ini terus disempurnakan lagi,"ungkapnya.
Andris mengatakan bila temuannya ini berhasil, dia tidak akan memperjualbelikannya. Karena temuannya ini masih perlu disempurnakan lagi melalui beberapa penelitian resmi.