JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron (FAI). Penyidik KPK akan memeriksa Fuad Amin dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
"Iya, dia akan diperiksa dalam kasus TPPU yang menjerat dirinya (FAI)," tutur Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/3/2015).
Kasus TPPU Ketua DPRD Bangkalan ini, merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi terkait suap jual beli gas alam di Bangkalan, Jawa Timur. Perkara tersebut juga telah menjerat Fuad Amin menjadi tersangka.
Dalam penyidikan pencucian uang Fuad Amin, penyidik telah melakukan penyitaan sejumlah aset dari berbagai daerah. Aset-aset milik Fuad Amin yang disita KPK tercatat cukup banyak, antara lain mobil, tanah, rumah, ruko, kondominium hingga uang senilai Rp200 miliar.
Untuk penyitaan terbaru dari aset milik Fuad Amin, dilakukan beberapa waktu lalu. Sebuah rumah di Jalan Bangka, Jakarta Selatan dan sembilan bidang tanah di Jalan Dewi Sartika atas nama istri muda Fuad Amin, Siti Masnuri sudah diamankan KPK.
Aset lainnya yang ikut disita oleh lembaga antirasuah ini, yakni sebuah rumah di Cipinang Cempedak II Nomor 25A dan Cipinang Cempedak IV Nomor 26 Jakarta Timur.
Fuad Amin sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Jawa Timur. Kasus tersebut terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 1 Desember 2014.
Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam perkembangannya, KPK kemudian menetapkan juga Fuad Amin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. Dia disangka telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 3 ayat (1) Undang Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
(Rizka Diputra)