JAKARTA – Pengungkapan tindak pidana korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap seorang pejabat negara tidak jarang turut melibatkan orang terdekatnya.
Belakangan, lembaga antirasuah ini mampu menguak ‘kongkalikong’ pasangan suami istri (pasutri) dalam kasus dugaan korupsi maupun perkara suap.
Teranyar, KPK menetapkan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Pahri Azhari dan istrinya Lucianty Pahri yang juga merupakan anggota DPRD Sumatera Selatan menjadi tersangka dalam dugaan suap terkait Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) 2014 dan Pengesahan APBD 2015 Kabupaten Muba.
Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan penelusuran Okezone, sudah ada lima pasutri sebelumnya yang dijerat lembaga antirasuah itu. Baik yang telah divonis, maupun masih dalam proses penyidikan.
Pasangan pertama, yakni mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin beserta istrinya Neneng Sri Wahyuni yang dijerat KPK dalam kasus yang berbeda.
Nazaruddin dijerat dalam kasus pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 Jakabaring, Palembang dan telah divonis tujuh tahun penjara serta denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan penjara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Sementara Neneng divonis enam tahun bui dengan denda Rp2,604 miliar dalam kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 2008 di Kemenakertrans.
Kemudian pasutri kedua, Wali Kota Palembang nonaktif, Romi Herton dan istrinya Masyito juga berhasil dijerat KPK dalam kasus suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar dan kasus memberikan keterangan palsu dalam sidang Akil.
Keduanya telah dijatuhi hukuman masing-masing tujuh tahun dan lima tahun serta denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Adapun pasutri ketiga yaitu Bupati Karawang nonaktif, Ade Swara serta istrinya Nurlatifah yang berhasil dijerat oleh lembaga antikorupsi ini melalui operasi tangkap tangan (OTT).
Keduanya pun telah divonis masing-masing enam tahun penjara dengan denda Rp400 juta subsider empat bulan penjara dan lima tahun penjara dengan Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Bandung.
Sementara pasutri keempat yang menjadi 'mangsa' KPK pada 2 Juli 2015 lalu ialah pasangan Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Al jufri dan istrinya Suzana Budi Antoni sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada mantan Ketua MK, Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang di MK tahun 2013.
Keduanya dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Selanjutnya, pasutri kelima tidak lain ialah pasangan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti yang terjerat KPK dalam dugaan suap kepada hakim dan panitera PTUN Medan.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Juli 2015 lalu dan telah mendekam di penjara sejak 3 Agustus 2015 di tempat berbeda.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Indrianto Seno Adji mengatakan, upaya melakukan tindak pidana korupsi atau melawan hukum ini memang dilakukan atas basis kekeluargaan. Namun hal itu, tidak langsung menggeneralisir terhadap pejabat negara atau kepala daerah lainnya.
“Tendensi memang ada pasutri sebagai pelaku tindak pidana korupsi, tapi itu tidak generalis. Potensi ini menunjukkan bahwa perbuatan melawan hukum sebagai suatu penyimpangan atas basis kekeluargaan,” ucap Indrianto kepada Okezone.
(Rizka Diputra)