Dengan adanya pernikahan sejenis, sambung Siti, masyarakat harus berpikir juga bahwa di setiap agama apapun tidak memperbolehkan umatnya untuk melakukan pernikahan sesama sejenis.
“Di setiap agama pasti melarang hal itu, apalagi di Bali jelas adat dan budaya Bali juga menolak adanya hal itu,” ungkapnya.
Aktivis perempuan yang sekaligus menjadi juru bicara Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Denpasar itu menerangkan, lahirnya komunitas pernikahan sejenis itu berawal dari pola asuh sejak kecil yang salah. Selain itu, juga karena masyarakat yang kurang berempati dengan mereka sehingga menyebabkan adanya pernikahan sejenis.
“Kami rasa itu awal mulanya pernikahan sejenis, sehingga mereka mencintai sesama jenisnya. Lebih luas lagi mereka ada rasa frustasi terhadap lawan jenisnya, itu yang kami lihat di lapangan,” ungkapnya.
Dia menegaskan, bahwa pernikahan sejenis di Bali jelas sangat dikecam karena sudah melanggar norma-norma adat dan agama.
(Susi Fatimah)