“Mereka mengambil US3 dari upah kami, tapi mereka tidak pernah menghitung berapa sisa utang yang harus kami lunasi,” ujar Riaz, seperti diberitakan Channel News Asia, Rabu (2/12/2015).
“Kami membuat lebih dari 1.000 batu bata per hari. Namun, mereka bilang hanya 900 buah. Setelah dua atau tiga bulan, tiba-tiba utang saya membengkak menjadi USD200 hingga USD300,” lanjutnya.
Batu bata adalah industri dengan omzet hingga jutaan dolar Amerika per hari. Diperkirakan ada 20 ribu pabrik batu bata di seluruh Pakistan. Kebanyakan dari mereka mempekerjakan paksa masyarakat miskin. Mereka tidak punya pilihan kecuali tetap bekerja di pabrik-pabrik batu bata.
Kini aktivis-aktivis lokal mulai berani bersuara. Front Pembebasan Pekerja Paksa (BLLF) berjuang menghapuskan perbudakan modern di Pakistan. Mereka sudah berhasil membebaskan sekira 80 ribu pekerja dari jeratan para pemilik pabrik batu bata.
“Kami berjuang dalam sebuah perang yang panjang. Untuk apa ini semua? Untuk kebebasan kita. Sekolah-sekolah didirikan dengan batu bata buatan tangan kita. Apakah anak-anak kita ada di sekolah-sekolah itu? Tidak. Kita ingin mereka bisa sekolah,” ujar Sekjen BLLF, Syeda Ghulam Fatima, dalam pidato di depan anggotanya.
Menurut penelitian, sekira 4,5 juta orang menjadi pekerja paksa di Pakistan. Mereka-mereka inilah target utama BLLF untuk diberikan pengetahuan mengenai hukum ketenagakerjaan dan hak asasi manusia.