"Masalah memasang gembok, saya tidak mengerti itu gembok cinta atau gembok putus asa. Tapi yang penting adalah bagaimana masyarat mencintai Kota Malang ini. Kalau mencintai, paling tidak mereka tidak akan merusak lingkungan," katanya.
Namun demikian, katanya, bukan berarti pemkot melakukan pembiaran terkait stigma dan pemahaman yang tidak lengkap terkait keberadaan taman dan gembok cinta tesrebut. Untuk menghindari stigma negatif, Anton sudah menginstruksikan Dinas Kebersihan dan Pertamanan setempat agar tidak menamai taman di lokasi bingkai itu dengan sebutan "Taman Cinta".
Ia mengaku pihaknya memang harus menjelaskan konsep dan hal-hal lain yang berkaitan dengan taman tersebut kepada masyarakat, tak terkecuali kepada MUI Kota Malang agar bisa ditemukan persamaan persepsi.
"Kita akan memberitahu bahwa tidak ada maksud buruk dalam pembuatan bingkai dan taman itu, kami hanya ingin membuat taman tematik seperti taman-taman tematik lainnya di Kota Malang, seperti Taman Kunang-kunang, Taman Trunojoyo, dan Taman Merbabu," ucapnya.
Bahkan, Anton membandingkan "I Love Ngalam" di bingkai itu sama maknanya dengan tulisan "I Love Batu" di jalan masuk Kota Batu. Jadi, sebenarnya yang dimiliki Kota Malang saat ini masih kalah besar dengan Kota Batu. Dalam waktu dekat ini mungkin DKP segera membuat tulisan "I Love Ngalam" yang lebih besar lagi dan lokasinya mungkin di pintu masuk dari arah Suranaya.
Pemilihan lokasi taman di sekitar kampus, katanya, juga bukan tanpa maksud. Pemkot Malang berharap bisa menularkan perasaan mencintai Malang dengan memasang bingkai Gembok Cinta di Jalan Veteran.
Lokasi gembok cinta itu berada di lingkungan kampus, yakni Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang, serta beberapa sekolah, yakni SMA Negeri 8, SMK Negeri 2, SMP Negeri 4 serta tidak jauh dari kompleks pendidikan madrasah dan aliyah di Jalan Bandung.