Oleh karena itu, Kapolresta Medan, Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto meminta masyarakat dan media untuk menghentikan pemberitaan dan postingan yang mengarah pada aksi bully terhadap Sonya.
"Kita minta rekan-rekan dapat berempati lah dengan keadaan beliau. Apalagi ayahnya meninggal dunia," kata Mardiaz. Dan Irjen Arman Depari, akhirnya mengakui jika Sinta merupakan keponakannya dan ia meminta maaf atas kelakuan Sonya yang membentak polwan di Medan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun mengimbau media untuk tidak berlebihan memberitakan kasus seorang siswi SMA di Medan, Sumatera Utara. Kasus ini menjadi viral dan menjadi headline di banyak media lokal dan nasional, terutama di media online dan sosial media hingga menyebabkan terjadinya ‘bullying’ publik dalam berbagai bentuk kepada siswi tersebut.
4. Pemecatan Fahri Hamzah
DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tiba-tiba mengeluarkan keputusan yang menghebohkan publik. Yakni memecat Fahri Hamzah dari keanggotaan PKS dengan berpegangan pada keputusan Majelis Tahkim yang menerima rekomendasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO).
Sejumlah hal dijadikan alasan PKS untuk memecat pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI itu. Di antaranya, Fahri dianggap kerap tak menjalankan amanah partai hingga perangai kesantunannya juga menjadi bagian yang turut dipersoalkan.
Sontak surat pemecatan yang di tanda tangani oleh Presiden PKS Sohibul Iman pada 1 April 2016 itu dilawan Fahri Hamzah. Dirinya merasa pemecatan tersebut sebagai sebuah kezaliman hingga akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa 5 April 2016 dengan tergugat Presiden PKS.
Fahri merasa optimis bisa memenangkan gugatan di PN Jaksel karena meyakini banyak kesalahan fatal yang dilakukan tergugat. Sebab, Majelis Tahkim yang mengadilinya diisi oleh pengurus DPP. Padahal, dalam AD/ART hal itu tak bisa dibenarkan.
Kemudian, Fahri juga merasa tak mendapat penjelasan tentang duduk perkara yang menimpanya. Bahkan kronologi proses pemecatannya muncul tiba-tiba di laman resmi PKS dan dirinya sempat bertanya soal kesalahannya. Namun, tak pernah dijawab hingga akhirnya muncul surat pemecatan.
"Saya tanya apa dasarnya? Terus dijawab, enggak tahu dia jawab apa, saya minta delik itu tidak diberi, tiba-tiba muncul di web, itu keanehan, tidak hanya hukum pun bahkan internal partai pun banyak (keanehan)," kata Fahri.
(Fransiskus Dasa Saputra)