HEEMSKERK – Pada Sabtu, 21 Mei 2016 lalu dalam sebuah artikel di media Belanda, NRC Handeslblad, mencuat sebuah kisah pemenggalan seorang pejuang republik oleh pasukan Belanda di Sulawesi Selatan, pada 13 Maret 1947 silam.
Kasusnya memang sudah lama berlalu. Tapi hingga kini rasa duka masih menyelimuti keluarga korban yang kini, menuntut permintaan maaf dan ganti rugi terhadap pemerintah Belanda.
Dalam artikel yang diangkat peneliti dan fotografer independen, Marjolein van Pagee beserta sejarawan Tineke Bennema dan Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), disebutkan Kapten Andi Abubakar Lambogo dieksekusi dengan cara brutal dan biadab.
Diceritakan, Kapten Abubakar yang sempat tertawan dalam sebuah pertempuran di Desa Salu Wajo, sang pejuang dipenggal oleh pasukan Belanda yang biasa beroperasi di Distrik Enrekang, distrik di mana pasukan Belanda dikomando Kapten Gerardus August Blume.