Tapi tak lama sekolah di MOSVIA, Halim ikut wajib militer Belanda dan mendapat pendidikan sebagai operator torpedo di kapal Koninklijke Marine atau Angkatan Laut Belanda. Arena Perang Pasifik dengan Jepang yang menyerbu ke Hindia-Belanda pun turut diikutinya, hingga kapalnya sempat dibombardir di perairan Cilacap.
“Namanya belum ajal, Halim yang terapung-apung di laut lepas, diselamatkan kapal Inggris. Untuk selanjutnya, dibawa ke Australia dan kemudian di India, di mana dia bertemu Panglima Komando Armada Asia Tenggara, Laksamana Lord Louis Mountbatten,” jelas penggiat sejarah komunitas Djokjakarta 1945, Agung Surono Karsonoseputro kepada Okezone.
Ditambahkan Agung, Laksamana Mountbatten pada suatu ketika pernah terkesan dengan keterampilan seni lukis Halim, hingga ditawarkan pendidikan militer di Inggris. Jadilah Halim masuk pendidikan RCAF atau Angkatan Udara (AU) Kanada dan kemudian RAF (AU Inggris).
“Selesai pendidikan RCAF, Halim kembali ke induk pasukannya dengan pangkat Letnan Penerbang (Kapten Udara) di RAF dan terlibat dalam puluhan misi. Halim bahkan sempat dianggap juru selamat dan digelari ‘The Black Mascot’, jimat hitam,” tambahnya.