"Bahkan pernah para moderator debat kandidat ini ditanya, 'jika mereka tahu jawaban yang diberikan adalah bohong, apa yang akan mereka lakukan?' Mereka bilang, 'ya, dibiarkan saja. Itu nanti jadi urusan publik untuk memutuskan percaya atau tidak. Tugas kami ya hanya tanya tidak menghakimi'," tambah Jeffrey.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengamat yang banyak melakukan penelitian soal oligarki ini menyebut, substansi debat di negaranya lebih rendah daripada Indonesia. Namun Ketua PBSI Gita Wirjawan berpendapat sebaliknya.
"Jeffrey ini sangat suka sama orang Indonesia, jadi dia sering memuji kita saja. Padahal saya lihat debat kandidat di AS juga bagus. Walau memang tidak ada saling lempar pertanyaan antar kandidat, tetapi pertanyaan yang diberikan moderator sudah berbobot," imbuhnya pada kesempatan yang sama.
Berbeda dengan di Indonesia yang bisa menghadirkan capres dan cawapres sekaligus dalam satu panggung untuk beradu argumen, visi-misi dan sebagainya. Di AS, hanya ada tiga debat kandidat. Dua untuk capres dan satu untuk cawapres. Debat kandidat tahun ini akan dimulai pada 26 September.
(Wikanto Arungbudoyo)