JAKARTA - Lembaga Penelitian dan Pemikir (Think Thank) Amerika Serikat (AS) yang berbasis di Washington DC, Pew Research Center melihat pemilu presiden tahun ini menghadirkan kandidat yang terbilang kontras jauh. Hillary Clinton yang mewakili Demokrat adalah politisi senior, sedangkan capres usungan Republik, Donald Trump adalah pendatang baru di dunia politik.
Selain dari segi latar belakang, kesenjangan juga terlihat dari pandangan mereka soal kebijakan. Kampanye Trump maupun Hillary tak dapat dipungkiri telah memecah belah suara partai hingga publik di AS hampir sama besar jika ditinjau dari jajak pendapat nasional yang menunjukkan perbedaan hanya empat persen untuk keunggulan Hillary.
Oleh karena itu dampak dari pilpres AS sangat besar bagi visi jangka panjang dan kelangsungan generasi di dalam maupun luar negeri. Sebagaimana presiden selaku eksekutif juga memegang peranan penting dalam meloloskan beberapa kebijakan.
"Jika presidennya cocok dengan kongres dan senat, maka itu akan menjadi bonus tersendiri bagi kandidat yang menang. Akan tetapi, jika seperti Presiden Barack Obama yang hanya memenangkan Gedung Putih tapi tidak di parlemen dan kongres, hal itu akan menyulitkan jalannya pemerintahan," ujar akademisi program doktoral ilmu politik dari University of Notre Dame, Nathanael Gratias Sumaktoyo dalam forum diskusi at America, SCBD, Jakarta pada Jumat (14/10/2016).
Pertanyaan yang sama berlaku dalam hal lobi-lobi dan kecocokan presiden AS dengan pemimpin negara lain. Khususnya di Indonesia, kandidat manakah yang akan klop untuk berdiskusi dan diajak kerjasama dengan Presiden Joko Widodo.