Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Membuka Kembali Kasus Munir

Antara , Jurnalis-Selasa, 01 November 2016 |10:16 WIB
Membuka Kembali Kasus Munir
ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Bertepatan dengan dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada 20 Oktober 2016, sejumlah organisasi pemantau hak asasi manusia di Tanah Air kembali mengingatkan pemerintah untuk menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Kasus Munir kembali mengemuka ketika Komisi Informasi Pusat (KIP) memenangkan gugatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) terhadap Kementerian Sekretariat Negara terkait permohonan agar pemerintah memublikasikan laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir.

Aktivis HAM serta pendiri lembaga Kontras dan Imparsial, Munir Said Thalib, meninggal dunia dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 yang sedang dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.

Selama 12 tahun kasus ini seolah diselimuti awan tebal sehingga penuh misteri dan tidak jelas ujungnya. Pengusutan, penyelidikan, penyidikan, bahkan pengadilan telah digelar. Namun, siapa yang paling bertanggung jawab atas kasus kematian Munir masih menjadi teka-teki.

Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana kasus pembunuhan Munir, pada Sabtu, 29 November 2014, telah keluar dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, setelah resmi memperoleh pembebasan bersyarat. Pollycarpus yang menjadi satu-satunya terpidana kasus itu, mendapatkan status bebas bersyarat setelah menjalani delapan tahun masa hukuman dari vonis 14 tahun penjara.

Pembunuhan Munir tersebut diduga dilakukan dengan cara peracunan. Pollycarpus berada dalam satu pesawat dengan almarhum Munir. Namun polisi menduga bahwa ia bukanlah tersangka utama, tetapi hanya berperan sebagai fasilitator.

Sementara itu, Mayor Jenderal TNI (Purn) Muchdi Purwoprandjono yang pernah menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Munir, pada 31 Desember 2008 silam, dinyatakan bebas murni dari segala dakwaan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Kini, setelah 12 tahun kasus tersebut, KontraS kembali mempertanyakan komitmen pemerintah untuk menuntaskan dan mengungkap kasus pembunuhan tersebut, dengan membuka hasil kerja yang sudah dilaporkan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir.

Dokumen TPF itu menjadi polemik setelah Komisi Informasi Pusat (KIP) memenangkan gugatan Kontras dan meminta pemerintah untuk mengumumkan isi dokumen itu. Dokumen itu sendiri diserahkan oleh anggota TPF Munir ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat masih menjabat Presiden pada 2005 lalu. SBY sendiri tidak pernah mengumumkan dokumen itu ke publik hingga akhir masa jabatannya.

Namun publik kemudian justru dikejutkan karena setelah dicek, ternyata dokumen tersebut tidak ada di Sekretariat Negara (Setneg). Pemerintah menyatakan Istana tidak memiliki dokumen laporan TPF tersebut. Dokumen itu disebut sejumlah pihak hilang di era kepemimpinan Presiden SBY.

Koordinator KontraS, Haris Azhar mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi yang sebelumnya pernah menyampaikan pernyataan bahwa di Indonesia tidak ada praktik diskriminasi kepada kelompok minoritas. Presiden juga mendukung penuntasan kasus hukum kematian Munir.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement