BELUM lama ini, Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte, mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Tepatnya pada 23 November lalu, Rutte bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo dan bahkan berbicara di hadapan Parlemen Indonesia (DPR RI).
Kebetulan di tanggal yang sama, datang seorang pengacara dengan spesialisasi HAM ke Indonesia. Tapi kedatangannya bukan bagian dari rombongan yang dibawa PM Rutte.
Dia datang dengan alasan lain ke Karawang, tepatnya Desa Balongsari, Kecamatan Rawamerta yang jadi lokasi pembantaian lebih dari 400 warga sipil oleh serdadu Belanda pada 9 Desember 1947.
Kasusnya sempat naik ke pengadilan di Belanda atas bantuan Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) dan seorang pengacara Belanda, Profesor Liesbeth Zegveld. Okezone pun berkesempatan bertemu dengan pengacara senior dari Firma Hukum Prakken d’Oliveira yang datang ke Karawang bersama seorang koleganya, serta Ketua Yayasan KUKB Jeffry Marcel Pondaag.
Dia ini (Profesor Zegveld) yang kemudian, memenangkan kasus beberapa korban dan keluarga korban Rawagede pada 2012 lalu yang mengharuskan pemerintah Belanda membayarkan sejumlah uang kompensasi.
Setelah kedatangannya pada 2012 yang saat itu juga mencuat pernyataan permintaan maaf duta besar Belanda, bulan ini dia datang kembali untuk beraudiensi dengan korban dan keluarga korban Rawagede.
Berikut beberapa petikan wawancara penulis dengannya di Hotel Swiss-Belinn, Karawang dengan bahasa Inggris yang sudah diterjemahkan penulis: