Tangis Ahok Warnai Persidangan
Terdakwa Ahok menangis saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas JPU. Ahok tak kuasa menahan tangis saat bercerita tentang kedekatannya dengan keluarga angkatnya yang beragama Islam.
Saat membacakan nota keberatannya, Ahok mengatakan bahwa dalam kehidupan pribadinya, ia banyak berinteraksi dengan teman-temannya yang beragama Islam. Selain itu, kata Ahok, dia juga memiliki keluarga angkat, keluarga almarhum Baso Amir, yang merupakan keluarga Muslim yang taat.
(Foto: Antara)
Terlebih lagi, petahana di Pilgub DKI itu juga mengatakan banyak belajar dari gurunya yang beragama Islam dalam pendidikannya sedari SD hingga SMP. "Saya tahu harus menghormati ayat suci Alquran," kata Ahok usai mendengarkan dakwaan JPU.
"Saya tidak habis pikir kenapa saya dituduh sebagai penista agama Islam? Keluarga angkat saya dari keluarga Muslim. Saya diangkat sebagai anak Bapak Baso Amir dan Haji Misribu. Ayah angkat saya mantan Bupati Bone pada tahun 1967–1970. Beliau adik kandung mantan Panglima RI, almarhum Jenderal (Purn) Muhammad Yusuf. Ayah saya dan ayah angkat saya bersumpah menjadi saudara, sampai akhir hayatnya. Kecintaan dua orangtua angkat saya kepada saya sangat berbekas," urainya.
Kemudian Ahok agak lama terdiam. Suaranya agak berat. Ahok terlihat mengusap air matanya dengan tisu. "S-2 saya di Prasetia Mulya dibayarkan oleh kakak angkat saya, Haji Ananta Amier. Saya seperti orang yang tidak tahu terima kasih, tidak menghargai keluarga angkat saya," kata Ahok sambil mengusap air mata.
Eksepsi Ahok Ditolak Jaksa dan Hakim
Tim JPU menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) Ahok dan penasihat hukumnya dalam sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama yang digelar PN Jakut pada Selasa 20 Desember 2016. Majelis hakim pun menolak eksepsi dari Ahok dan penasihat hukumnya.
JPU menyatakan jalan pemikiran penasihat hukum Ahok keliru dalam memahami sejumlah pasal dalam KUHP terkait perkara penistaan agama. Jaksa meminta majelis hakim mengesampingkan keberatan Ahok dan penasihat hukumnya.
"Berdasarkan analisis dan uraian yuridis tersebut, seluruh alasan keberatan yang diajukan oleh terdakwa dan penasihat hukum tidak berkekuatan hukum dan patutlah untuk ditolak," ujar jaksa saat membacakan permohonan atas tanggapan eksepsi Ahok dan tim penasihat hukumnya.
Dalam permohonannya, terdapat tiga kesimpulan yang disampaikan JPU. Pertama, meminta majelis menolak seluruh keberatan Ahok dan penasihat hukumnya. Kedua, majelis hakim diminta menyatakan surat dakwaan terkait penodaan agama telah dibuat secara sah menurut hukum.
"Sementara ketiga, menetapkan pemeriksaan perkara terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dilanjutkan," kata jaksa.
Penasihat hukum sempat meminta waktu untuk menyampaikan keberatan secara lisan. Namun, permintaan itu ditolak majelis hakim karena berdasarkan aturan tidak ada lagi keberatan setelah tanggapan JPU.
Pada sidang selanjutnya 27 Desember 2016, majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menolak nota keberatan Ahok dan penasihat hukumnya.
"Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, keberatan terdakwa dan kuasa hukum akan diputus bersama keputusan hakim. Oleh karena itu, keberatannya dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Dwiarso Budi di bekas Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).
Sekadar diketahui, dalam kasus ini suami dari Verinoca Tan tersebut diancam Pasal 156 huruf a KUHP tentang Penodaan Agama dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
(Erha Aprili Ramadhoni)