Salah satu kamp pengasingan milik Korut yakni Kamp 22 ditutup pada 2012 setelah seorang sipir membelot dan melaporkan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang ekstrem termasuk penyiksaan rutin, dan percobaan medis pada manusia secara ilegal. Badan Amnesty Internasional membuat sebuah film dokumenter yang memuat kesaksian para mantan narapidana tentang bagaimana mengerikannya situasi di dalam kamp pengasingan Korut.
Mereka menjabarkan bagaimana para narapidana dipaksa untuk menggali kuburnya sendiri. Para tahanan dibiarkan kelaparan, kerja paksa tanpa kenal waktu dan bahkan para napi perempuan yang kedapatan hamil dipaksa melakukan aborsi.
Lokasi kerja paksa di Korut. (Foto: Reuters)
"Ini adalah tempat yang akan membuat hidup Anda berakhir. Dari terbitnya matahari kau harus sudah mulai bekerja dan tidak ada waktu kapan hal tersebut akan berakhir. Kau bangun pada 03.30 dini hari dan mulai bekerja pada 04.30 hingga petang menjelang. Ketika orangtuaku meninggal karena di kamp pengasingan karena kelaparan, aku tidak punya peti untuk menguburkan mereka dan pada akhirnya aku menggunakan jerami untuk membungkus jasadnya lalu menggendongnya ke tempat penguburan," ujar Yeon-mi yang menghabiskan sembilan tahun di kamp pengasingan.
Tak jarang keturunan para narapidana turut dipenjarakan akibat kesalahan orangtuanya. Seorang mantan narapidana lainnya menyatakan, ia perlu berjalan sejauh 20 kilometer (km) untuk menggarap ladang tempat di mana ia diperintahkan untuk bekerja.
"Aku menjadi saksi kejadian mengerikan di mana seorang narapidana lain dipaksa menggali kubur mereka sendiri. Ia kemudian harus berdiri di samping kuburan itu dan dibunuh dengan palu metal. Temanku yang lain mengatakan kalau mereka (penjaga penjara) menggunakan tali untuk membunuh para narapidana dan membunuh mereka," terang mantan narapidana yang tak disebutkan identitasnya.