Pengumuman gencatan senjata oleh ARSA pada 10 September 2017 selama sebulan itu sebenarnya bersifat sepihak. Mengingat juru bicara Pemerintah Myanmar menyebut bahwa mereka tidak memiliki kebijakan untuk bernegosiasi dengan teroris (ARSA).
Kelompok pemberontak ini melancarkan serangan serentak di 30 pos keamanan serta kamp militer Myanmar pada 25 Agustus 2017. Dengan bantuan para warga etnis Rohingya yang bersenjatakan kayu dan golok, mereka menewaskan belasan orang.
BACA JUGA: Alhamdulillah! Bangladesh Buka Pintu dan Minta Bantuan untuk Muslim Rohingya
Hal inilah yang membuat militer Myanmar melakukan serangkaian operasi di wilayah Rakhine State bagian utara. Operasi tersebut memicu para warga etnis Rohingya di sana melarikan diri dan memilih mengungsi di Bangladesh.
PBB mengklaim operasi militer Myanmar tersebut mengindikasikan tindakan pembersihan etnis. Namun Myanmar membantah hal tersebut. Pemerintah negara itu mengklaim lebih dari 500 orang tewas akibat operasi militer mereka namun rata-rata para korbannya merupakan anggota militan yang disebut menyerang warga sipil dan membakar desa-desa.
(Emirald Julio)