Kuala Lumpur menegaskan sekali lagi bahwa Yerusalem tidak bisa dipisahkan dari isu Palestina. Malaysia juga mengimbau agar seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar tidak mengakui perubahan apapun terhadap garis batas sebelum resolusi 181 yang keluar pada 1967.
“Setiap upaya untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, mendirikan atau memindahkan misi diplomatik ke kota itu, akan dianggap sebagai agresi tidak hanya kepada dunia Arab dan umat Islam, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak Muslim dan Kristiani,” sambung pernyataan tersebut.
BACA JUGA: Buka BDF X 2017, Menlu Retno Sampaikan Dukungan untuk Palestina
Malaysia menilai pengakuan tersebut juga melanggar hak-hak dasar warga Palestina. Tidak hanya itu, pemerintah AS dinilai melanggar hukum internasional termasuk resolusi Dewan Keamanan PBB, antara lain: resolusi 252 (1968); 267 (1969); 465, 476, dan 478 (1980); dan resolusi terbaru 2334 (2016).
“Pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dianggap tidak mencerminkan situasi yang terjadi di lapangan, melainkan hanya bentuk dukungan terhadap kebijakan Israel, yang beberapa di antaranya bertentangan dengan hukum internasional,” tutup pernyataan resmi Kemlu Malaysia.
(Wikanto Arungbudoyo)