“Oleh sebab itu, aksi pemberantasan terhadap politik uang ini harus dilakukan secara sungguh. Tidak bisa hanya berharap kepada penegak hukum, khususnya pengawas pemilu, komitmen untuk tidak memberikan uang kepada pemilih dari peserta pemilu juga sangat dibutuhkan,” imbuhnya.
Selain itu, Fadli juga menyatakan terdapat juga catatan mengenai menguatnya polarisasi berbasis politik identitas. Ia menyebut nantinya ini akan menjadi tantangan besar lainnya bagi demokrasi elektoral Indonesia menjelang pilkada serentak 2018 dan pemilu serentak 2019.
(Baca Juga: Isu SARA Diprediksi 'Laku' di Tahun Politik, JK: Batasannya Harus Ditaati)
“Peristiwa pada beberapa pilkada 2017 bisa jadi membuat beberapa oknum beranggapan bahwa kampanye jahat, berita bohong (hoax), fitnah, dan politisasi SARA dalam kampanye merupakan pendekatan yang mudah, murah, dan efektif untuk jadi basis pemenangan pilkada. Apalagi jika aktor politik yang terlibat tak punya integritas dan komitmen untuk berkompetisi secara jujur, adil, kompetitif, dan demokratis,” papar Fadli.
Fadli pun melihat bahwa pengawasan dan penegakan hukum faktanya saat ini belum bisa digunakan secara optimal untuk memberi efek jera agar praktik ilegal tersebut tidak terus berlanjut.
(Khafid Mardiyansyah)