Itu sebabnya hanya partai-partai yang siap secara ekonomi dan politik dan modal sosial yang berani mencalonkan diri. Dan yang tidak berani, lebih memilih bergabung dengan calon yang kuat.
"Dan biasanya incumbent dianggap sebagai calon yang kuat. Inilah yang disebut politik gula-gula," tuturnya.
Artinya, ungkap Agus, calon dari Incumbent tersebut melakukan politik gula-gula. Ibarat pepatah, kata Agus, ada gula ada semut. Itulah yang dijalankan incumbent.
Jadi incumbent dianggap memiliki sumber dana sosial yang baik. Itulah sebabnya, Incumbent dianggap punya kans paling besar untuk menang, dan partai lain mendekat.