Namun, meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan aliran kepercayaan itu sama dengan kepercayaan lainnya. Tapi, Supangat masih menilai bila kemerdekaan dari keputusan Mahkamah Konstitusi itu masih semu. Sebenarnya bukan sebuah pengakuan di KTP saja yang utama dibutuhkannya.
Tapi, Supangat memimpikan alirannya ini bisa mendirikan sebuah tempat ibadah tetap, seperti penganut agama lainnya. Meskipun sebenarnya bagi mereka, untuk berdoa pada sang pencipta bisa dilakukan dimana saja. Tapi dengan adanya tempat ibadah, merupakan wujud pengakuan dari pemerintah. Sehingga, Supangat menilai bila perjuangan mereka belumlah selesai. Pasalnya, mayoritas masyarakat masih banyak yang salah presepsi tentang apa yang disembahnya.
"Memang aliran kepercayaan itu berbeda-beda tiap-tiap daerah. Tapi apa salah, kalau kami pun memimpikan punya tempat ibadah. Selama ini kalau beribadah, kami menggunakan rumah anggota kami sendiri.Tapi ya itu, itu hanyalah sebatas cita-cita kami saja," terangnya.
Menurut Supangat, masih banyak masyarakat yang salah persepsi tentang apa yang disembahnya. Sama seperti penganut lainnya, aliran kepercayaan pun menyembah Tuhan. Bahkan untuk meyakinkan, Supangat pun mempraktekannya.
Supangat pun membeberkan cara berdoa alirannya. Di mana, sebelum memulai berdoa, selembar kain mori putih digelar untuk alas. Setelah kain putih mori digelar menghadap ke timur, merekapun berdoa. Dimana, kedua tangan ditekukan didada. Setelah itu bersujud dengan cara kepala ditundukan ke tanah dengan posisi tangan masih didada, sebanyak tiga kali.
"Tak ada kidung-kidungan, saat berdoa suasana harus dalam kondisi hening untuk memusatkan pikiran. Sehari cuma sekali saja. Tapi kalau mau lebih, juga tidak apa-apa," paparnya.
Untuk mengingatkan ajaran Sapto Dharmo, ungkap Supangat, mereka pun membuat kalender sendiri. Di mana, kalender itu memuat ajaran kebaikan dari Sapto Dharmo.
(Bersambung)
(Khafid Mardiyansyah)