Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pemulung Bergelar Doktor Filsafat, Sebuah Kisah dari Adik Pramoedya Ananta Toer

Taufik Budi , Jurnalis-Selasa, 29 Mei 2018 |06:16 WIB
Pemulung Bergelar Doktor Filsafat, Sebuah Kisah dari Adik Pramoedya Ananta Toer
Soesilo Toer (Foto: Dokumen Pribadi Keluarga Toer)
A
A
A

Soes masih bersemangat menceritakan kesehariannya yang banyak berkecimpung dengan buku-buku dan mendampingi mahasiswa dari berbagai negara. Namun, di sela kesibukannya itu, dia memiliki kebiasaan ketika malam yang sebagian besar orang menganggap tak lazim. Memulung sampah.

"Saya menyebutnya rektor, mengorek-orek yang kotor," katanya singkat.

Soes tak langsung menjawab pertanyaan tentang alasannya berkeliling kota untuk memulung sampah. Bapak satu anak itu justru menceritakan tentang sosok Socrates, filsuf Yunani. "Socrates ini dihukum mati karena dianggap memengaruhi generasi muda, seperti Pram," jelasnya.

Soes melanjutkan ceritanya, hukuman mati terhadap Socrates membuat istri dan ketiga anaknya terpukul. Sebelum dieksekusi, Socrates menenangkan keluarganya dan memberi beberapa nasihat. "Socrates menenangkan mereka dan berkata, 'Kenalilah dirimu karena kematian itu kenikmatan abadi'," ucapnya.

Kata-kata Socrates itu pun menjadi sumber inspirasi bagi Soes. "Ajaran Socrates saya balik, menjadi 'Kenalilah diriku. Buat saya jadi pemulung adalah kenikmatan abadi'. Sebab kenikmatan dunia setiap orang itu berbeda, kita ini manusia tunggal di dunia. Tidak ada duanya. Makanya kenalilah dirimu sendiri dan kenalilah diriku sendiri," katanya.

Kebiasaannya menjadi pemulung itu akhirnya diketahui publik. Banyak yang mencibir karena pekerjaan pemulung masih dianggap hina, apalagi bagi seorang dengan gelar pendidikan sangat tinggi.

"Jadi saya mendapatkan kenikmatan dari pemulung, itu hak saya. Itu nikmat. Banyak orang yang protes lulusan luar negeri jadi pemulung," tukasnya.

"Kalau dipikir begini. Saya nemu rongsokan, saya ambil, taruh di rumah. Lalu ada orang datang untuk membeli, kalau (keuntungannya) lebih, saya belikan ayam. Ayam saya ternakkan berkembang biak, jadi saya menciptakan nilai lebih. Bahkan sekarang sudah ada empat tetangga yang pesen bibit ayam dari saya. Dari situ sudah ada yang berhasil menjual seharga Rp500 ribu. Jadi pemulungan ini di samping berguna bagi diri saya menjadi kenikmatan, juga mencarikan pekerjaan orang lain. Apa itu hina?" terangnya memberi alasan.

Soes menyatakan, pilihannya menjadi pemulung sangat berbeda dengan anggapan kebanyakan orang. Dia memiliki cara pandang tersendiri tentang suatu aktivitas yang dilakoninya setiap malam, yakni berkutat pada barang-barang sisa dan tumpukan sampah.

"Saya memberi lapangan pekerjaan orang lain. Jangan dikira pemulung itu orang buangan, saya merasa terhormat," tegasnya.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement