Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tangani Gempa Lombok, BNPB: Tak Perlu Berpolemik dengan Status Bencana Nasional

Arief Setyadi , Jurnalis-Senin, 20 Agustus 2018 |21:23 WIB
Tangani Gempa Lombok, BNPB: Tak Perlu Berpolemik dengan Status Bencana Nasional
Gempa Lombok rusak bangunan (Foto: Ist)
A
A
A

JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau semua pihak untuk tidak berpolemik dengan status penanganan gempa Lombok yang tak dijadikan bencana nasional. Sebab, potensi nasional masih mampu untuk menanganinya.

"Jadi, tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada msyarakat yang terdampak. Pemda tetap berdiri dan dapat menjalankan tugas melayani masyarakat, pemerintah pusat pasti membantu," ujar Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam keterangan resminya, Senin (20/8/2018).

 Gempa Lombok

Menurutnya, skala penanganan sudah skala nasional, dan potensi nasional masih mampu untuk menangani bencana gempa Lombok hingga pascabencana nantinya. Pihaknya pun mengajak semua pihak untuk bersatu dalam urusan kemanusiaan, khususnya penanganan gempa Lombok.

"Mari kita bersatu. Bencana adalah urusan kemanusiaan. Singkirkan perbedaan ideologi, politik, agama, dan lainnya untuk membantu korban bencana. Masyarakat Lombok memerlukan bantuan kita bersama. Energi kita satukan untuk membantu masyarakat Lombok," tuturnya.

Sutopo tak memungkiri, banyaknya korban dan kerusakan membuat banyak pihak mendorong menjadikannya bencana nasional. Namun, wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008.

Dalam aturan tersebut, penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai tingkatan bencana. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/wali kota.

 Gempa Lombok

Dalam penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni: 1. jumlah korban; 2. kerugian harta benda; 3. kerusakan prasarana dan sarana; 4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; 5. dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Namun indikator itu saja tidak cukup. Menurut Sutopo, ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak.

Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. Luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke pemerintah pusat.

"Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja," katanya.

 Gempa Lombok

Dengan adanya status bencana nasional maka terbukanya pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

"Jadi, ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab, bangsa Indonesia banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004," tuturnya.

Sutopo menambahkan, yang utama adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti.

 Pengungsi gempa Lombok

Sehingga, tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

"Perkuatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personel, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi. Dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp4 triliun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan," ujarnya.

Bahkan, lanjut Sutopo, jika kurang pemerintah siap menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp7 triliun juga akan dianggarkan oleh pemerintah pusat.

Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penangan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat.

"Presiden terus memantau perkembangan penanganan gempa Lombok. Bahkan, Presiden telah hadir ke Lombok dan memberikan arahan penanganan bencana," katanya.

Menurutnya, banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Banyak pihak pula yang beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional.

"Tanpa ada status itu pun saat ini, sudah mengerahkan sumber daya nasional. Hampir semua. Kita kerahkan personel dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian lembaga terkait dan lainnya. Bantuan logistik dari BNPB, TNI, Polri dan lainnya. Rumah sakit lapangan dari Kementerian Kesehatan dan TNI," tuturnya.

 Kerusakan akibat gempa Lombok 7 SR

Kemudian, santunan dan bantuan dari Kementerian Sosial, sekolah darurat dari Kementerian PU Pera dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan lainya. Semua sudah mengerahkan sumber daya ke daerah. Jadi, ia menilai relevansi untuk status bencana nasional tidak relevan.

"Dalam penanganan bencana, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah maka kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat hadir memberikan pendampingan atau perkuatan secara penuh," tegasnya.

Dalam praktiknya di dalam penanganan bencana-bencana besar di Indonesia, hampir semuanya berasal dari bantuan pemerintah pusat. Namun, kendali dan tanggung jawab tetap ada di pemerintah daerah tanpa harus menetapkan status bencana nasional.

Penanganan bencana seperti gempa Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010, banjir bandang Wasior 2010, banjir Jakarta 2013, banjir bandang Manado 2014, kebakaran hutan dan lahan 2015, erupsi Gunung Sinabung 2012 sampai sekarang, erupsi Gunung Kelud 2014, gempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya sebagian besar penanganan skala nasional dan bantuan dari pusat, serta tanpa menetapkan status bencana nasional.

Sutopo memahami memang ada kecenderungan setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional. Namun, apa yang disampaikan banyak pihak tanpa memahami aturan main dan konsekuensinya.

Adapun dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29 Juli 2018 yang kemudian disusul gempa 7 SR 5 Agustus 2018, 6,5 SR 19 Agustus 2018 siang dan 6,9 SR 19 Agustus 2018 malam menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp7,7 triliun.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement