Para penyerang menembaki warga sipil dan berusaha menyerang para pejabat militer di podium, lapor Fars.
Di antara yang tewas adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, yang menonton parade militer, kata kantor berita Irna.
Salah satunya adalah bocah perempuan berusia empat tahun dan seorang veteran militer yang menggunakan kursi roda, kata seorang juru bicara militer.
Wartawan lokal Behrad Ghasemi mengatakan kepada kantor berita Prancis AFP bahwa penembakan trus terjadi antara 10 dan 15 menit dan setidaknya satu dari penyerang mengenakan seragam Pengawal Revolusi.
"Awalnya kami pikir itu bagian dari parade, tetapi setelah sekitar 10 detik kami menyadari itu adalah serangan teroris karena sejumlah pengawal (pejabat) mulai melepaskan tembakan balasan," katanya.
"Semuanya menjadi kacau dan tentara mulai bergerak berlarian. Saya melihat seorang anak berusia empat tahun tertembak, dan juga seorang perempuan," tambahnya.
Keempat penyerang tewas, kata media pemerintah. Parade militer ini bagian dari sejumlah parade militer di berbagai kota di seantero negeri, sebagai bagian dari peringatan perang Iran-Irak 1980-1988.
Siapa di balik serangan itu?
Muncul berbagai tudingan, namun juga pengakuan yang saling berbeda. Seorang juru bicara Perlawanan Nasional Ahvaz, sebuah kelompok payung yang mengklaim membela hak-hak minoritas Arab di Khuzestan mengatakan, kelompok itu berada di balik serangan itu.
Juru bicara itu tidak menyebut apakah kelompok itu memiliki hubungan dengan negara lain. Kantor berita ISIS Amaq juga mengklaim bahwa ISIS adalah pelaku serangan itu, kendati tidak menyertakan bukti bahwa mereka memang terlibat.
Betapa pun, ISIS telah melancarkan serangan besar di Iran sebelumnya. Pada Juni tahun lalu, sejumlah pembom bunuh diri menyerang parlemen dan makam pendiri Republik Islam Ayatollah Khomeini, menewaskan 18 orang.
Pemerintah Iran dan para pejabat militer menunjuk negara-negara Teluk, AS dan Israel, yakni negara-negara yang berada dalam ketegangan dengan Iran sejak lama.
Seorang juru bicara Pengawal Revolusi menuduh bahwa para penyerang itu telah 'dilatih dan diorganisir oleh dua negara Teluk' dan memiliki hubungan dengan AS dan Israel.
AS dan Arab Saudi menuduh Iran mendukung pemberontak Houthi dalam konflik bersenjata di Yaman, di mana Arab Saudi dan Uni Emirat Arab terlibat secara militer memihak pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi yang diakui secara internasional.
(Arief Setyadi )