Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Polemik Dana Hibah soal Sampah, Walkot Bekasi Dianggap seperti Pengemis ke DKI

Wijayakusuma , Jurnalis-Selasa, 23 Oktober 2018 |06:01 WIB
Polemik Dana Hibah soal Sampah, Walkot Bekasi Dianggap seperti Pengemis ke DKI
Walkot Bekasi, Rahmat Effendi.
A
A
A

BEKASI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Jawa Barat menilai sikap Wali Kota Bekasi ibarat 'pengemis' yang mengiba kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, terkait pengajuan proposal dana hibah. Sikap wali kota dianggap telah merendahkan martabat Pemkot Bekasi, terutama para warganya.

"Pepen (Walkot Bekasi, Rahmat Effendi) di sini sudah kaya pengemis dana hibah ke Pemprov DKI. Untuk apa meminta-minta. Kalau perlu anggaran yang sudah diberikan Pemprov dipulangkan saja," kata Anggota DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata di Bekasi, Senin 22 Oktober 2018.

Terlebih dengan adanya kabar kas daerah Kota Bekasi yang mengalami defisit, menurut Ariyanto malah semakin memberi kesan anggapan 'pengemis' itu benar adanya.

TPST Bantargebang

"Apalagi tuntutan wali kota menyangkut dana kemitraan, jadi seolah-olah membenarkan opini untuk menutup kas daerah yang defisit Rp800miliar. Jadi kan sama saja mengamini kalau kas daerah memang lagi bermasalah," ujarnya Politisi PKS Kota Bekasi itu.

Ariyanto menyebutkan, masalah pengajuan proposal tak seharusnya mencuat sampai ke publik. Inti permasalahan bukan terletak pada uang, tapi lebih kepada dampak yang dihasilkan dari TPST Bantargebang yang notabene merupakan milik Pemprov DKI.

(Baca juga: Anies Sempat Telefon Walkot Bekasi tapi Tak Diangkat)

"Dampak yang ditimbulkan TPST Bantargebang ini lebih besar nilainya daripada uang yang dituntut wali kota. Karena itu saya lebih setuju kalau wali kota menindak jika terjadi pelanggaran kerjasama. Seperti penghentian truk sampah DKI kemarin," tegasnya.

Ariyanto mengaku, pihaknya sudah sering kali mengkritik sistem pengelolaan sampah di TPST Bantargebang yang tidak berkembang, bahkan cenderung mengabaikan keselamatan warga sekitar, khususnya para pemulung yang berada di lokasi.

"Sejak dulu sistem pengelolaannya tidak ada kemajuan. Sistem pembuangannya saja bahkan masih open dumping yang sering menyebabkan longsor dan membahayakan warga khususnya pemulung," ungkapnya.

Selain itu, menurutnya dana kompensasi atau 'uang bau' sebesar Rp600ribu yang diterima warga per triwulan, sangat tak sebanding dengan dampak yang harus ditanggung warga selama ini, terutama dalam hal kesehatan.

TPST Bantargebang

"Ya jelas sangat tidak sesuai dengan dampak yang diterima warga setempat. Mereka adalah yang paling dirugikan di sini," ujarnya.

Karena itu, DPRD meminta Pepen tegas menyikapi permasalahan ini. Bila memang ditemukan adanya pelanggaran dalam perjanjian kerjasama, maka harus menindak tegas Pemprov DKI.

"Harus tindak tegas, supaya Gubernur DKI tahu poin-poin apa saja yang dilanggar. Jangan hanya laporan di atas kertas saja," tutupnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement