Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tren Persepsi Publik soal Korupsi Turun Dalam 2 Tahun

Agregasi VOA , Jurnalis-Selasa, 11 Desember 2018 |06:46 WIB
Tren Persepsi Publik soal Korupsi Turun Dalam 2 Tahun
Korupsi
A
A
A

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan pemberantasan korupsi harus dilakukan atas dasar prinsip tanpa toleransi (zero tolerance). Dia menambahkan sulit untuk meningkatkan indeks persepsi korupsi Indonesia kalau KPK hanya dituntut mengusut kasus korupsi di atas Rp 1 miliar.

Saut menyatakan zero tolerance harus diberlakukan di semua sektor dan semua kalangan. Hal inilah yang bisa membantu mengurangi wabah korupsi di Indonesia.

Menanggapi kritik KPK lebih sering mengurusi korupsi yang merugikan negara dalam jumlah kecil, Saut menekankan korupsi itu bukan masalah besar atau kecil nilai kerugian negara.

 Baca juga: KPK Wacanakan Cabut Hak Politik Wakil Rakyat yang Terlibat Korupsi

"Korupsi bukan soal besar kecil. Ada buktinya kita lalukan kalau itu penindakan tapi kalau kita bicara pencegahan, bahkan kita mulai dari TK, SD, SMP, SMA, pegawai negeri. Titip absen pergi lagi, nanti balik sidik jari lagi. Jadi detail-detail itu," ujar Saut.

Yanuar Nugroho, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan menegaskan pemerintah sangat serius dalam memberantas korupsi. Meski begitu, dia menambahkan upaya pencegahan sekaligus pemberantasan harus terus didorong.

Yanuar mencontohkan bagaimana pemerintah pusat serius memerangi rasuah. Pada 13 Agustus 2013 kepala SKK Migas terkena tangkap tangan oleh KPK karena menerima suap. Setelah lima tahun, SKK Migas berbenah. Pada 26 Oktober 2018 SKK Migas telah lulus sertifikasi dan menerima sertifikasi SNI ISO 37001 tentang sistem manajemen anti penyuapan.

 Baca juga: Pemprov DKI Raih Penghargaan dari KPK karena Laporkan Gratifikasi Mencapai Rp23 Miliar

Sehabis itu, kata Yanuar, SKK Migas mengajak dan mendorong perusahaan hulu migas dan ribuan vendornya untuk menerapkan pula SNI ISO 37001 anti penyuapan.

 Suap Korupsi

Yanuar mengatakan perlu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam memerangi korupsi. Selain itu, pencegahan korupsi juga harus dilakukan melalui teknologi karena sekarang sudah zaman digital.

"Kami mendorongnya satu, SPBE (sistem pemerintahan berbasis elektronik. Perpres-nya sudah diteken dan itu menjadi platform digital pemerintah. Dari situ, e-procurement, e-planning, e-budgeting. Kalau sudah masuk ke situ, orang lebih susah mau korup," tukas Yanuar.

 Baca juga: Tanggapi Prabowo soal Stadium 4, KPK: Korupsi Beda dengan Kanker!

Yanuar menambahkan bahwa pemerintah juga mendorong SPPT (sistem pengadilan pidana terpadu) berbasis teknologi informasi, kemudian tilang elektronik. Dia menambahkan pemerintah juga tengah menyiapkan peraturan pemerintah mengenai penguatan inspektorat dan pengendalian gratifikasi.

Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo menjelaskan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia versi lembaga Transparency International stagnan dalam dua tahun terakhir, (2016 dan 2017) yakni dengan skor sama-sama 3,7. Dia menambahkan stagnasi itu terjadi karena kontribusi di dua sektor yaitu politik dan penegakan hukum.

Merujuk pada hasil survei LSI tersebut, Adnan mengungkapkan ketika masyarakat berinteraksi dengan polisi atau pengadilan, baik diminta maupun tidak diminta, memberikan uang atau hadiah.

Sektor politiknya, lanjut Adnan, diwakili oleh kasus-kasus yang ditangani oleh KPK belakangan, yakni OTT kepala daerah yang terjadi hampir tiap minggu. Adnan menegaskan itu adalah cermin dari dua persoalan serius yang dihadapi Indonesia yang pada titik tertentu bisa menghambat agenda reformasi birokrasi.

"Karena politik adalah sentral dari upaya untuk bisa mendorong agenda reformasi birokrasi secara lebih efektif. Tanpa politik, agenda reformasi birokrasinya mungkin nggak akan berjalan," kata Adnan.

Lebih lanjut Adnan mengatakan kalau politik tidak direformasi bakal mengganjal agenda reformasi birokrasi. Dia menilai reformasi politik menjadi repot karena ujungnya adalah partai, wilayah yang otonom dari negara.

Kenapa orang menganggap korupsi terkait kerugian dalam jumlah besar saja? Adnan mengatakan pengertian korupsi seperti yang diatur dalam undang-undang dan diwacanakan adalah hal-hal yang besar saja. Padahal sebelumnya pengertian korupsi itu melekat pada tiga hal, yakni korupsi, kolusi, dan nepotisme.

(Fakhri Rezy)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement