BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga siang tadi korban meninggal akibat tsunami yang menerjang pesisir Selat Sunda, pada Sabtu 22 Desember 2018, sudah 429 orang dan 1.485 luka-luka. Korban selamat menuturkan kisah heroiknya berjuang lepas dari maut.
Tak jauh dari Pos DVI, di ruang Unit Gawat Darurat RSUD Berkah, Pandeglang, Banten, beberapa korban luka akibat tsunami terbaring lemah dengan sejumlah luka di tubuh mereka.
Yayat yang mengalami luka sobek di bagian pipi kiri dan memar di bagian paha, sudah cukup kuat untuk berjalan dan menghampiri anggota keluarganya yang lain, yang juga dirawat di sana setelah terseret ombak.
"Saya terguling-guling (diterjang tsunami) sampai jarak-eh-selama 70-80 detik," ujarnya sambil mengingat-ingat peristiwa nahas itu seperti disiarkan BBC News Indonesia, Selasa (25/12/2018).
"Sekitar saya sudah banyak sampah."
Ia dan lima anggota keluarganya tengah berada di Tanjung Lesung Beach Resort, Pandeglang, saat tsunami datang.
Evakuasi korban tsunami Banten (Rasyid/Sindo)
Yayat dan kakaknya adalah penyelenggara acara kumpul keluarga PLN yang juga menampilkan band Seventeen kala itu.
"Setelah Seventeen nyanyi lagu kedua, dia memperkenalkan personel, lalu panggung itu ambruk, itu langsung—tidak ada…," papar Yayat menggambarkan suasana panik saat gelombang menerjang.
Ia mengaku terseret hingga seratus meter ke area restoran.
Ia dan beberapa anggota keluarganya sempat terpisah. Hingga Senin, ia baru bertemu ipar dan keponakannya yang juga luka-luka. Namun sang kakak, Taufik, belum ditemukan.
Mencari keluarga yang hilang diterjang tsunami
Telunjuk Rizki Hartadi merambati kertas yang tertempel di jendela kamar jenazah RSUD Berkah, Pandeglang, Banten, yang sejak Minggu 23 Desember lalu dijadikan Pos DVI (Disaster Victim Identification).
Nama yang ia cari tak ada dalam daftar jenazah yang sudah teridentifikasi di sana.
Ia mengulanginya lagi, menelusuri kolom demi kolom nama korban di kertas itu. "Enggak ada, Mas," ujarnya lirih.
Rizki Hartadi mencari kakak iparnya, TB Fikri Fakhrurrozi, yang hilang sejak tsunami menerjang. Saat kejadian, sang kakak tengah berkemah dengan tujuh orang temannya di Pulau Oar, Pandeglang. Mereka berada di sana sejak Sabtu 22 Desember siang.
"Kita belum dapat kabar, entah itu tersapu ke (daratan pulau) Jawa, atau tersapu ke mana," ujar Rizki, Senin tadi malam.
Rizki menyadari bahwa sang kakak ipar mungkin menjadi korban tsunami setelah melihat unggahan foto pada Facebook sebuah komunitas di Pandeglang, yang memperlihatkan salah satu dari tujuh teman kakaknya. Ia dan saudara-saudaranya yang lain lantas mulai mencari keberadaan Fikri ke sejumlah tempat sejak Minggu siang.
Seperti Rizki, di tempat yang sama, Subhan juga mencari keberadaan kakaknya, Anwar, yang sejak tsunami menghantam tak bisa dihubungi.
"Iya, (dia) lagi melaut gitu (saat tsunami terjadi)," ujar Subhan.
Minggu lalu, ia mendatangi rumah sang kakak yang berada di kawasan Carita, Pandeglang. Tapi pemandangan yang tersaji di depannya di luar dugaan.
"Rumah sudah hancur, karena letaknya di pinggir (pantai)," ungkapnya.
Tsunami Selat Sunda Ditetapkan sebagai Bencana Kabupaten . https://t.co/l4B3o097bY
— Okezone (@okezonenews) December 25, 2018
Ia tak tahu bagaimana nasib Anwar kini. Ia juga tidak menemukan nama kakaknya dalam daftar jenazah yang diumumkan Tim DVI.
"Makanya saya lagi ngecek ke sini, ke setiap puskesmas aja gitu. Belum ada datanya, dari ruang bedah juga nggak ada tadi. makanya kita harus ke RS Labuan (untuk cari)," kata Subhan sambil tetap mengarahkan pandangan ke daftar itu.
Ia bertekad untuk mencari sang kakak, dan menjemputnya pulang. "Saya mau mencari dulu. Kalau sekiranya hidup, syukur Alhamdulillah. Kalau sudah tidak ada, ya paling tidak pengen kami bawa. Ada atau tidak ada ya paling kita upaya harus ketemu. insya Allah sih pasti ketemu," tuturnya.
(Salman Mardira)