"Karena itu buku ini bagus diketahui akademisi dan penegggak hukum dari berbagai persepsi," tutur Jamil.
Sementara Guru Besar Sosiolog Universitas Diponegoro (Undip) Esmi Warassih dalam pembahasannya mengatakan, putusan hakim dalam kasus Irman Gusman tidak adil. Sebab, mengenyampingkan aspek tindakan dari Irman dalam mengupayakan aspirasi masyarakat Sumatera Barat dalam hal ini berkaitan dengan ketersediaan pasokan gula.
Hal tersebut, kata dia, seharusnya juga harus dilihat sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memperingan hukuman bagi Irman Gusman.
"Bila melihat tindakan Irman Gusman yang kemudian menjadi dasar pihak Bulog melakukan pemerataan penyediaan gula di daerah Sumatera Barat, maka tidak lah sepenuhnya benar bila dikatakan tindakan Irman Gusman telah secara menyeluruh merugikan negara. Sebab tindakan Irman Gusman telah mencegah terjadinya ketidakmerataan pasokan gula di Sumatera Barat ini," urai Esmi.
Esmi menjelaskan, salah satu hal yang harus dicermati hakim adalah tindakan Irman Gusman secara filsafat keadilan tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi dalam arti utuh sebab tindakan Irman justru menjadi landasan bagi Bulog untuk lebih mengetahui keadaan pasokan gula dan melakukan pemenuhan kebutuhan akan gula di Sumatera Barat.
Selain itu, kata dia, Irman juga tidak secara nyata merugikan keuangan negara. "Maka sedikit sumir bila seorang pejabat negara dalam menjalankan apa yang menjadi tugasnya kemudian dijerat oleh hukum dengan alasan tekstual belaka atau dengan kata lain tindakan KPK dan hakim secara tidak langsung mendukung ketidakmerataan pasokan kebutuhan gula di Tanah Air," paparnya.
Menurut dia, dalam hal ini, hukum tidak melihat ke segala arah, hanya terfokus pada bunyi teks belaka. Keadaan ini nampaknya tidak arif bagi dunia hukum di Indonesia sebab hukum di Indonesia adalah hukum yang berhadapan dengan masyarakat yang dinamis dengan berbagai persoalan kehidupan yang begitu kompleks.