Novia dan Alfina harus menyebrangi Sungai Kedungdondo untuk pulang-pergi ke sekolah. Jembatan itu, kata dia, menjadi jalan satu-satunya jalan penghubung untuk pergi ke sekolah, juga balai desa, dan akses warung. Novia dan Alfina hidup bersama empat puluhan warga RT 014 lain di seberang sungai.
Jembatan permanen yang dibangun dengan dana desa ambrol sepuluh hari lalu. Arus sungai selebar kira-kira enam meter itu mendadak deras karena hujan yang terus-menerus turun. "Itu memang karakteristik sungai di Juwangi, jadi deras di musim hujan padahal biasanya tenang," ujar Camat Juwangi, Agus Supriyadi.
Kali yang biasa disebut Kali Kedungdondo oleh warga setempat sebenarnya berarus tenang. Namun hujan yang mengguyur terus menerus membuat fondasi jembatan tak kuat menahan arus. Jembatan yang ambrol kemudian disiasati warga yang menambalnya menggunakan bambu. "Jembatan sesek baru ada sejak Minggu 20 Januari 2019," kata warga setempat, Gemi.
Jembatan sementara itu membuat Novia dan Alfina juga para siswa lainnya dapat bernapas lega. Sebelumnya, selama satu pekan mereka sempat harus meniti tepian jalan yang belum ambles. Kemudian meloncat lewat sisi jembatan yang masih bisa dilintasi. Orang-orang dewasa secara bergantian mengawasi anak-anak yang menyeberang dari kedua sisi jembatan.
"Kami berharap jembatan permanen segera dibangun kembali agar aktivitas warga desa normal," tutur Gemi.
(Rizka Diputra)