Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Di Ujung Pesta Rakyat

Opini , Jurnalis-Rabu, 17 April 2019 |14:36 WIB
Di Ujung Pesta Rakyat
Foto Ilustrasi shutterstock
A
A
A

“Tak ada pesta yang abadi”, demikian kata orang bijak meresapi hiruk-pikuk pesta demokrasi. Pesta rakyat dalam beberapa hitungan jam kedepan akan segera berakhir, harapan dan penyesalan silih berganti menghiasi jalannya demokrasi bangsa kita.

Memilih dengan akal pikiran dan penuh kesadaran akan membantu rasa sesal berlalu sementara mereka yang terbelih dengan uang mengumpat sumpah serapah kepada pemimpinnya yang tak bertanggungjawab atas nasib malang yang dialaminya karena tertangkap polisi.

Semua sangat tergantung kepada kita, sang pemilik kedaulatan negara yakni rakyat dan warga negara yang baik. Tetangga saya, dari sabang pagi sudah terlihat rapi dengan kemeja panjang celana bahan, seolah akan menghadiri pesta kawinan kaum ningrat.

Wajahnya ceriah penuh senyum menyapa saya yang masih santai menyiram bunga di halaman rumah. Saya sudah menduga pilihan tetanggaku akan memilih caprestertentu karena di rumahnya terpasang gambar capres. Walau beda pilihan, kami adalah tetangga karib, saling menyapa pagi dan mengingatkan acara pesta demokrasi sekali dalam lima tahun.

Beda pilihan tak harus saya membencinya, demikian sebaliknya. Kami tetaplah tetangga saling jauh dari sanak famili tapi paling cepat datang membantu jika kami memerlukan bantuan. Jika kami melaksanakan lebaran, saya menyapanya dengan bertandang ke rumahnya dan mengajak makan bersama walau beda keyakinan.

Demikian pula sebaliknya, perayaan natal kebahagiaanya dia bagi kepadaku dengan mengirimkan salam hangat dan mengajak menikmati hidangan yang disediakan. Tentu, tetanggaku sangat mengerti makanan apa buat saya yang muslim. Segalanya begitu indah menikmati perbedaan dalam persaudaraan.

Saya dan keluarga berangkat ke TPS dekat rumah bersama keluarga tetanggaku mendaftarkan diri ke KPPS yang kebetulan hanya beberapa meter dari rumah kami berdua. Duduk bareng mendengar nama masing-masing menunggu giliran memberikan hak suara untuk memilih capres dan caleg.

Sehabis menggunakan hak pilih, kami kembali ke rumah masing-masing sambil bercakap ria dinamika jalannya pilpres yang berjalan ketat. Dia mulai bercerita kenapa menjatuhkan pilihannya ke capres yang dikaguminya dengan alasan-alasan rasional serta harapannya. Saya termangu diam sambil menyimaknya dengan baik, penuh perhatian dan sesekali bertanya mengumpang penjelasan lebih mendalam.

Tetanggaku adalah pemilih rasional bukan emosional seperti kebanyakan pemilih. Berbeda dengan pendukung lainnya, membabi-buta membela capres pilihannya tanpa kita ketahui alasan-alasan pilihannya yang penting dia harus diganti. Rasa bencinya begitu mengemuka dan mendalam entah apa gerangan kekecewaan yang dialaminya.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement