Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Konflik Timur Tengah: Mengapa PM Jepang Berkunjung ke Teheran ketika AS-Iran Bersitegang?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Kamis, 13 Juni 2019 |00:34 WIB
Konflik Timur Tengah: Mengapa PM Jepang Berkunjung ke Teheran ketika AS-Iran Bersitegang?
Ayatollah Ali Khamenei dijadwalkan menggelar perundingan dengan Abe. (AFP/Getty Images)
A
A
A

PERDANA Menteri Jepang Shinzo Abe melakukan lawatan ke Iran mulai Rabu (12/6) di tengah ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran terkait program nuklir Iran.

Di antara tujuan kunjungan itu adalah untuk meredakan ketegangan antara dua musuh bebuyutan, tetapi sejumlah pengamat mengungkapkan keraguan atas hasil yang sebenarnya dapat diwujudkan.

Menurut mereka, kunjungan Shinzo Abe ini mungkin membantu mendongkrak citranya sebagai negarawan global menjelang pemilihan di Jepang.

Shinzo Abe merupakan perdana menteri pertama Jepang yang berkunjung ke Iran dalam tempo 40 tahun. Ia dijadwalkan berunding dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan Presiden Hassan Rouhani.

Mengapa berkunjung ke Iran?

Secara resmi, Jepang dan Iran menandai hubungan diplomatik yang kini telah memasuki tahun ke-90.

Yang lebih penting adalah kenyataan bahwa lawatan ini dilakukan tidak lama setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang.

Presiden Trump bertemu dengan PM Abe awal Juni. (Getty Images)

Hubungan antara AS dan Iran memburuk yang dipicu oleh penarikan mundur AS dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.

Ketegangan meningkat lebih lanjut ketika AS mengerahkan kapal induk ke kawasan Teluk yang memicu kekhawatiran tentang kemungkinan konfrontasi nyata.

Oleh karena itu ada secercah harapan bahwa Abe mungkin bisa menjembatani diplomasi kedua negara, mengurangi ketegangan, dan mendorong AS berunding.

Sehari sebelum bertolak ke Iran, menurut juru bicara PM Jepang, Abe berbicara lewat telepon dengan Presiden Trump dan bertukar pikiran tentang Iran.

Apakah kesepakatan nuklir itu?

Pada intinya, tahun 2015 Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya sebagai imbalan atas pencabutan sanksi-sanksi internasional yang diterapkan terhadap negara itu.

Kesepakatan itu ditandatangani ketika AS masih diperintah oleh Presiden Barack Obama dan Trump menarik AS dari kesepakatan.

AS kemudian kembali menerapkan sejumlah sanksi secara sepihak, sementara pihak-pihak lain yang turut meneken perjanjian—seperti Uni Eropa, Rusia, dan China—masih berharap kesepakatan itu dapat dilanjutkan.

Sebagai balasan atas mundurnya AS, bulan lalu Iran mengumumkan akan menghentikan sementara sebagian komitmennya.

Baru pada Selasa kemarin (11/06), Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengatakan Iran meningkatkan produksi uranium yang diperkaya walaupun tidak jelas kapan produksnya akan menembus batas yang ditetapkan dalam kesepakatan tahun 2015.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement