MELIHAT Gauri Malar dan Roshan Jayathilake bermain dengan putri mereka yang berusia 11 bulan, mungkin tidak ada yang menyangka bahwa 10 tahun lalu keduanya adalah musuh dalam medan peperangan.
Gauri yang berusia 26 tahun merupakan seorang tentara anak kelompok separatis Macan Tamil, Mereka bertempur melawan rezim pemerintah Sri Lanka yang menindas dan didukung oleh orang-orang seperti Roshan.
“Saya tidak pernah bertemu Sinhala atau berbicara dengan mereka,” kata Gauri yang bertenis Tamil, merujuk pada etnis Sinhala yang merupakan penduduk mayoritas Sri Lanka. "Kami pikir mereka adalah orang jahat dan akan membunuh kami."
Bagi Roshan, para pemberontak merupakan musuh yang dibenci. Kelompok separatis Tamil melakukan kampanye pengeboman yang merenggut nyawa orang-orang tak berdosa selama 26 tahun perang saudara.
“Kami saling melihat mereka sebagai musuh” kata pria berusia 29 tahun itu dalam sesi Crossing Divides BBC, yang menceritakan kisah orang-orang yang bertemu dari sisi dunia yang berbeda.
“Akan tetapi sekarang kami menikah dengan bahagia. Putri kami merupakan simbol dari cinta kami.”
Apa yang membawa perubahan sehingga kini Gauri dan Roshan saling berbagi mimpi, berusaha membina kehidupan bersama seperti membangun rumah, membeli mobil dan menyekolahkan putri mereka, Senuli Chamalka.
Konflik Sri Lanka kembali memanas ketika separatis yang Tamil marah karena meningkatnya nasionalisme di pihak Sinhala melakukan serangan yang menewaskan 13 tentara Sri Lanka pada 1983.
Insiden tersebut memicu kerusuhan anti-Tamil, yang menyebabkan ratusan anggota kelompok etnis minoritas tewas.
Konflik tersebut selalu hadir di kehidupan Gauri, namun semua itu berubah pada Januari 2009, ketika dia diberi tahu bahwa traktor yang dikemudikan oleh kakak lelakinya yang bernama Subramaniyam Kannan, telah tertembak oleh artileri.
Meriam tersebut ditembakkan dari daerah yang dikontrol oleh pemerintahan yang berdekatan dengan markas Macan Tamil di Vishwamadu, utara Sri Lanka.
Saat mencari kakak laki-lakinya, Gauri yang saat itu berusia 16 tahun ditangkap kelompok pemberontak tersebut dan dilatih menjadi tentara dengan mengirimnya ke medan pertempuran setiap pekan.
“Saya melihat orang-orang yang ditembak dan dibunuh” kata Gauri. “Salah satu teman saya terkena bom. Kami mencoba untuk menolongnya namun dia sudah menguyah kapsul sianida, dan berkata bahwa dia sudah terluka sangat parah dan tidak bisa diselamatkan.
“Kita tidak dapat mandi, dan tidak ada makanan yang layak. Pada saat itu saya bertanya apa tujuan dari hidup.” Kata Gauri