Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sisingamangaraja XII, Raja yang Pertahankan Tanah Batak hingga Titik Darah Terakhir

Robert Fernando H Siregar , Jurnalis-Selasa, 20 Agustus 2019 |07:02 WIB
Sisingamangaraja XII, Raja yang Pertahankan Tanah Batak hingga Titik Darah Terakhir
Kompleks Makam Sisingamangaraja XII di Tapanuli (Foto: Robert/Okezone)
A
A
A

SUMATERA UTARA - Selama tiga dekade Raja Sisingamangaraja XII memimpin perjuangan melawan penjajah Belanda di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara (Sumut).

Raja Sisingamangaraja XII yang memiliki nama asli Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela, salah satu bangsawan di negeri ini yang memimpin perjuangan untuk mempertahankan Tanah Airnya dan tidak pernah mau kompromi dan diplomasi dengan penjajah.

Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela, lahir tahun 1848 ditepian Danau Toba Bakkara (saat ini Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumut). Sebagaimana leluhurnya, gelar Raja dan kepemimpinan selalu diturunkan secara turun-temurun. Ketika Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela masih muda berusia 22 tahun, beliau dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja XII, persisnya tahun 1871.

Sisingamangaraja XII

Namun ajal menjemput, sang Raja Sisingamangaraja wafat 17 Juni 1907, saat penjajah Belanda menemukan keberadaan sang Raja dan langsung melakukan serangan secara membabibuta dengan mempergunakan senjata api. Dalam peristiwa itu, salah seorang putri sang Raja, yakni Putri Lopian beserta 2 orang putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi gugur bersama.

Melihat keadaan itu, sebagai seorang bapak, sang Raja Sisingamangaraja spontan menolong anaknya. Akan tetapi, sikap spontan dan kasih sayang yang ditunjukkan sang Raja itu, justru mendatangkan marabahaya bagi dirinya sendiri. Pasalnya, sang Raja sewaktu merangkul anak putrinya, Putri Lopian yang sudah berlumuran darah, beliau tidak menyadari lagi bahwa dada beliau berpantang terhadap darah manusia.

Sisingamangaraja XII

Sungguh malang, sang Raja yang selama hidupnya tahan terhadap peluru (tahan tembak), peluru kolonial Belanda dengan leluasa menembus tubuh sang Raja. Sang Raja-pun gugur (meninggal) bersama ke-3 orang anaknya. Setelah kolonial Belanda berhasil membunuh sang Raja, jasad sang Raja dimakamkan di Tangsi, Tarutung, Tapanuli Utara.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement