Vivien menyayangkan, sejumlah perusahaan-perusahaan yang memiliki investasi besar seperti Freepor menghasilkan limbah yang besar. "Jumlahnya banyak sekali, satu hari freeport menghasilkan 160.000 ton limbah dan limbahnya berbahaya, tapi tidak oxic," ia menambahkan.
Oleh karena itu dia berharap agar para pengusaha bertanggung jawab atas usahanya terhadap dampak lingkungan, termasuk para pengusaha barang atau jasa yang memerlukan wadah atau kemasan untuk membungkus produknya.
"Semua kegiatan usaha harus bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan, UUD no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, didalamnya berbicara tentang masalah itu produsen bertanggung jawab atas kemasan atau wadah untuk memproduksi barangnya. Dan juga TPA Bantar Gebang yang luasnya 115hektar itu umurnya tinggal tahun lagi, nah ini bahaya, makanya ayo kita sama-sama mengurangi sampah kemasan," Vivien berharap.
Saat ini kata dia, pemerintah sedang melakukan pendekatan kepada masyarakat mengenai sampah, karena setiap hari per orang menghasilkan 0.7 kg sampah. Pemerintah sedang gencar melakukan 3 pendekatan, yang pertama adalah gerakan pengurangan sampah dengan kampanye termasuk mengurangi sampah plastik, serkular ekonomi, dan menggunakan teknologi whiz to energy.
Dia menjelaskan, bahwa aki bekas, baterai bekas, kaleng obat nyamuk itu sampah berbahaya namun bisa di EPR (dilakukan pengolahan kembali) aki bekas limbahnya sudah ditetapkan dalam limbah b3 yang sudah tercatat di pp 101. Sehingga prosedur untuk mengangkut, menyimpan, dan memanfaatkan, semua harus memiliki izin dari PEMDA setempat namun saat ini menteri LHK hanya memberikan izin kepada 5 perusahaan aki bekas selebihnya merupakan tindakan ilegal.
"Di Cinangka itu banyak sekali pemanfaatan aki bekas ilegal, pembakaran aki bekas, hingga masyarakatnya banyak kena penyakit tremor, kami mau melakukan pemulihan, berat, mau melakukan penegakan hukum, rakyat, ketika mau ditawarkan pekerjaan lain, mereka nggak bisa" ujar Vivie.