Dalam struktur organisasi itu, AS mendeklarasikan diri sebagai pembina. Sementara istrinya yang berinisial NR, sebagai ketua. Namun, sepanjang koperasi itu dibentuk, pelaku UMKM justru merasa dirugikan.
Pasalnya, AS acapkali meminta disiapkan produk UMKM untuk dibagi-bagikan ke pejabat daerah bahkan dikirim ke Jakarta. Termasuk Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan.
“Itu untuk sample UMKM kita. Seperti kripik, ayo tampilkan barang kalian itu apa. Karya kalian itu apa, apa unggulan kalian. Dikumpulkanlah itu, untuk Pak Bupati,” ucap Erna menirukan perkataan AS.
Usut punya usut, ternyata sample-sample produk UMKM yang diserahkan tidak sampai di tangan Bupati Kubu Raya. “Bagaimana kami tak nangis-nangis, kue-kue sudah kami siapkan. Banyak modal yang sudah dikeluarkan. Pendapatan tak ada. Makanya ini kami merasa terbebani,” ujar Erna.
Hal yang sama diceritakan pelaku UMKM lainnya, Raudhatulzannah. Sejak Covid-19 mewabah, mahasiswa semester 9 di IAIN Pontianak ini terpaksa mengambil cuti. Alasannya, keterbatasan biaya. Sementara orangtuanya tidak memiliki pekerjaan tetap. “Jadi coba-coba buat Kernas, makanan khas Natuna yang bahan dasarnya ikan. Jualnya lewat online,” ceritanya.
Biasanya, untuk jualan sehari-hari Raudha menjual Kernas dengan ukuran yang harga Rp1000 per potong. Namun karena dapat iming-iming akan diserahkan ke Bupati Kubu Raya sebagai sample, ia membuat lebih banyak dari biasanya. Kernas dipacking sebagus rupa dengan membeli bahan pakai modal terakhirnya.
"Saking senangnya saya karena Pak Bupati mau makan Kernas saya, saya lebihkan buatnya pakai uang terakhir. Itupun tak lagi saya timbang-timbang, langsung saya kemas pakai kap. Tapi kalau Pak Bupati sudah mencicipi Kernas saya, kenapa sampai sekarang belum ada yang order,” kelakarnya sambil kesal.
Hal yang dikesalkan lainnya dari AS adalah, selama ini operasionalnya selalu menggunakan uang-uang pelaku UMKM. Bahkan untuk beraktivitas, AS pun meminjam sepeda motor milik mereka.