Beberapa komunitas lebih beruntung dari yang lain dalam mengganti namanya demi keuntungan finansial. Setelah diolok-olok dalam film hit tahun 2002, Ali G Indahouse, kota Staines di Inggris mengumumkan pada 2012 bahwa mereka mengganti namanya menjadi Staines-upon-Thames.
Dipimpin oleh sebuah forum bisnis lokal, idenya ialah mencegah kota itu dikaitkan dengan film tersebut dan mengubah citra Staines menjadi pusat bagi bisnis perusahaan rintisan dengan menekankan kedekatan lokasinya dengan London.
Prakarsa lainnya sulit untuk sukses, biasanya karena kepentingan ekonomi dan kepentingan warganya tidak selalu selaras.
Empat tahun lalu, sekelompok pekerja di Blenheim, salah satu pusat industri anggur dan perhotelan di Selandia Baru, meluncurkan kampanye untuk mengganti nama daerahnya menjadi Marlborough City untuk memanfaatkan turisme anggur dan pengakuan global akan wilayah anggur Marlborough.
Namun kendati mendapat dukungan dari badan turisme setempat dan perusahaan anggur, kampanye itu akhirnya dibatalkan setelah menuai protes dari warga Blenheim.
"Saya pikir kita akan menyaksikan sedikitnya 10 hingga 15% peningkatan pendapatan dari turisme dengan rencana kami ini," kata Mitchell Gardiner, yang menginisiasi kampanye itu.
"Tapi situasi memanas begitu cepat dan tanggapan negatif dari masyarakat begitu hebat. Saya diserang di supermarket. Saya masih berpikir ada kemungkinan untuk melakukannya di masa depan, tapi mungkin harus menunggu satu atau dua generasi lagi."