Pada 2019, pembawa acara gelar wicara AS, Jimmy Kimmel, bahkan mengumumkan kampanye bohong-bohongan untuk menjadi walikota Dildo, yang kemudian mendorong gelombang turis ke kota itu sedemikian rupa sehingga menara ponsel setempat kelebihan beban.
"Minat masyarakat telah meningkat sepuluh kali lipat sejak ucapan Jimmy Kimmel," kata Pretty.
"Ada perusahaan-perusahaan yang memulai bisnis baru di Dildo, tanpa kaitan sama sekali dengan komunitasnya, hanya karena mereka berpikir ini lokasi panas sekarang."
Setelah menyaksikan sendiri bahwa pendapatan bisa didulang dari nama yang aneh, Pretty agak terkejut dengan keputusan Asbestos untuk mengganti nama.
"Jika mereka mengubah nama menjadi sesuatu yang generik, mereka tidak lagi beda dari yang lain," ujarnya.
Tak selalu sejalan keinginan warga
Asbestos mungkin tidak ingin jadi pusat perhatian namun di mata para pakar merek, melepaskan warisan sejarahnya tidak akan mudah, bahkan dengan nama seperti Phénix atau Trois-Lacs.
"Akan sangat mudah bagi calon investor yang hendak pindah ke sana untuk menemukan bahwa kota ini dulunya bernama Asbestos," kata Andrea Insch, peneliti di Universitas Otago, Selandia Baru, yang berspesialisasi dalam pemasaran lokasi.
"Anda tidak bisa mengubur sejarah semudah itu, lalu keesokan harinya bangun, dan ini sudah jadi kota yang baru."