WASHINGTON – Seorang pria yang bekerja sebagai penerjemah dan pernah membantu militer AS menyelamatkan Presiden Joe Biden di pegunungan Afghanistan pada 2008, dilaporkan telah memohon Gedung Putih untuk diselamatkan dari Kabul.
Pria itu dilaporkan tertinggal di tengah evakuasi pasukan AS yang tergesa-gesa dari Afghanistan, demikian dilaporkan The Wall Street Journal (WSJ), mengutip pria itu.
BACA JUGA: Apa yang Ditinggalkan Pasukan AS di Afghanistan? 73 Pesawat hingga 100 Kendaraan Tempur
"Halo Tuan Presiden: Selamatkan saya dan keluarga saya. Jangan lupakan saya di sini," kata pria bernama Mohammed (nama telah diubah karena masalah keamanan) kepada WSJ.
Mohammed dikatakan telah bekerja sebagai penerjemah untuk pasukan Lintas Udara ke-82 AS yang dikerahkan dari Lapangan Udara Bagram untuk menyelamatkan Biden, yang saat itu menjabat sebagai Senator, dan rekan-rekannya John Kerry dan Chuck Hagel pada Februari 2008, ketika helikopter mereka harus melakukan pendaratan darurat di Afghanistan saat badai salju.
Keluarga Mohammed sekarang dilaporkan bersembunyi dari Taliban. Mantan penerjemah tersebut telah berusaha untuk keluar dari Afghanistan selama bertahun-tahun tetapi terjebak dalam birokrasi.
BACA JUGA: Terungkap, Ini Pembicaraan Terakhir Biden dan Ghani Sebelum Afghanistan Dikuasai Taliban
Mohammed telah mengajukan Visa Imigran Khusus (SIV), sebuah program untuk evakuasi penerjemah yang membantu AS selama hampir 20 tahun perang, tetapi gagal menerima dokumen ketika kontraktor pertahanan tempat dia bekerja kehilangan catatan yang relevan, kata WSJ.
Dia dan keluarganya termasuk di antara sekutu Afghanistan AS yang tak terhitung jumlahnya yang tertinggal ketika Washington menyelesaikan hampir 20 tahun kampanye militernya di Afghanistan pada 30 Agustus.
Setelah seorang reporter Wall Street Journal membacakan pesan Mohammed ke Gedung Putih, Sekretaris Pers Jen Psaki menyampaikan terima kasih kepada pria itu. Psaki menekankan bahwa AS tetap berkomitmen mengeluarkan sekutu-sekutu Afghanistannya dari negara itu.
"Kami akan mengeluarkanmu", kata Psaki.
Presiden Joe Biden telah mengingat insiden Afghanistan beberapa kali, terutama selama kampanye presiden 2008 sebagai pasangan Barack Obama.
"Kembalilah ke daerah di mana helikopter saya dipaksa turun...di tengah pegunungan itu. Saya dapat memberitahu Anda di mana mereka (Al Qaeda)," ujarnya.
Menurut The Wall Street Journal, pendaratan darurat helikopter tidak berada di daerah yang dikuasai Taliban, tetapi juga tidak ramah dan aman. Sehari sebelum kejadian, Lintas Udara ke-82 telah menewaskan hampir dua lusin gerilyawan Taliban dalam pertempuran sekitar 10 mil jauhnya dari lokasi, kata seorang tentara yang bertempur di sana pada saat itu seperti dikutip WSJ.
Washington memberi pasukan keamanan Afghanistan persenjataan senilai USD28 miliar antara 2002 dan 2017, dengan hampir semua peralatan ini sekarang dikhawatirkan jatuh ke tangan Taliban. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa ratusan perangkat biometrik militer, yang ditinggalkan di pangkalan AS, akan membantu kelompok tersebut melacak dan menargetkan mantan pejabat keamanan dan pendukung pemerintah.
Pada 30 Agustus, Mayor Jenderal Angkatan Darat AS Chris Donahue, komandan Divisi Lintas Udara ke-82, menginjak pesawat angkut C-17 sebagai anggota layanan AS terakhir yang meninggalkan Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul.
(Rahman Asmardika)