JEFFERSON CITY – Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat (AS) pada Selasa (5/10/2021) malam mengeksekusi terpidana pembunuh Ernest Johnson setelah Gubernur Mike Parson dan Mahkamah Agung AS menolak memberi grasi yang diminta oleh banyak orang, termasuk Paus Fransiskus. Permohonan grasi itu diajukan dengan alasan bahwa Johnson memiliki cacat intelektual.
Johnson, (61 tahun), dinyatakan bersalah oleh juri karena membunuh tiga karyawan toko serba ada pada 1994. Dia dieksekusi mati dengan suntikan pentobarbital dosis mematikan, barbiturat yang kuat, di ruang eksekusi negara bagian di Kota Bonne Terre.
BACA JUGA: Deretan Narapidana yang Dijatuhi Hukuman Mati di Indonesia
Dia dinyatakan meninggal pada pukul 18:11. CDT, atau Rabu (6/10/2021) pukul 6.11 pagi waktu Indonesia Barat, demikian menurut Departemen Pemasyarakatan Missouri dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters.
Para pengacaranya mengatakan ada banyak bukti bahwa Johnson memiliki kecacatan intelektual.
Johnson lahir dengan kelainan sindrom alkohol janin, mendapat nilai rendah pada tes IQ sepanjang hidupnya dan memiliki "keterampilan hidup sehari-hari" seperti anak berusia 4 tahun, kata pengacaranya.
BACA JUGA: Mengaku Sebagai Nabi Setelah Rasulullah, Wanita Ini Divonis Mati
Pada Selasa mereka meminta Mahkamah Agung AS untuk menghentikan eksekusi karena mengeksekusi orang-orang cacat intelektual melanggar larangan konstitusional tentang "hukuman yang kejam dan tidak biasa."
Mahkamah Agung mayoritas konservatif jarang memblokir eksekusi, dan menolak petisi Johnson dalam perintah singkat yang tidak ditandatangani Selasa sore. Mahkamah Agung Missouri telah menolak klaim disabilitas intelektual Johnson pada Agustus.