Kepala Aryo Penangsang digunakan untuk lap kaki Ratu Kalinyamat dan darahnya digunakan untuk keramas. Sebagian kalangan mengartikan tapa wudo Ratu Kalinyamat ini dilakukan dalam kondisi telanjang bulat atau tanpa selembar busana. Namun tidak demikian dengan juru kunci pertapaan Muchlisin yang mengartikan tapa wudo sebagai kata kias.
Menurutnya tapa wudo tersebut sebagai kiasan menanggalkan gemerlap dunia dan pakaian kebesaran kerajaan. Namun tetap mengenakan pakaian layaknya rakyat jelata. “Makna lain kata tapa wuda di sini sebagai bentuk ritual doa mencari keadilan kepada tuhan setelah suaminya tewas di tangan Arya Penangsang,” katanya.
Perjuangan tapa wudo yang dilakukan Ratu Kalinyamat sebagai bukti kesetiaan terhadap sang suami. Petilasan Ratu Kalinyamat kini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jepara. Kisah perjalanan spiritual ratu kaliyamat hingga kini masih dikenang dan diikuti banyak kalangan masyarakat lantaran diyakini sebagai tempat yang sakral dalam berdoa. Wallahu a'lam bishawab.
(Fahmi Firdaus )