NEW YORK - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan pihaknya sangat khawatir soal peningkatan ketegangan soal Ukraina dan spekulasi yang meningkat bahwa konflik militer akan terjadi.
Ia mendesak para pemimpin dunia untuk menggencarkan diplomasi guna menenangkan keadaan.
"Bahkan kemungkinan tentang konfrontasi yang membawa bencana seperti itu tidak bisa kita terima," kata Guterres kepada pers, Senin (14/2), setelah makan siang dengan para duta besar negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB.
"Sekarang adalah waktunya untuk menurunkan ketegangan dan mengurangi pergerakan di lapangan. Tidak ada tempat bagi retorika panas. Pernyataan terbuka harus ditujukan untuk menurunkan ketegangan, bukan untuk mengobarkan," lanjutnya.
Baca juga: Dibayangi Kemungkinan Invasi Rusia, Presiden Ukraina Serukan 16 Februari Sebagai 'Hari Persatuan'
Guterres kemudian mengatakan kepada para wartawan bahwa dirinya akan tetap "menjalin kontak secara penuh dalam jam-jam dan hari-hari ke depan."
Baca juga: Kisah di Balik Konflik Rusia-Ukraina
Sekjen menekankan bahwa Piagam PBB mengamanatkan semua negara anggota agar "dalam hubungan internasional menahan diri untuk tidak melakukan ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara manapun."
Ia mengingatkan semua pihak untuk terus mengupayakan diplomasi, bukan konfrontasi, dalam mencari penyelesaian konflik.
"Ini permohonan saya: Jangan gagal dalam mewujudkan perdamaian," katanya.
Sebelumnya pada Senin (14/2), Sekjen PBB melakukan pembicaraan dengan menteri luar negeri Rusia dan Ukraina secara terpisah.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric pada Senin (14/2) mengatakan pihaknya tidak berencana mengevakuasi atau memindahkan satu pun anggota stafnya keluar dari Ukraina.
Dujarric mengatakan ada lebih dari 1.600 anggota staf PBB yang bertugas di Ukraina. Sebanyak 220 dari mereka adalah warga negara asing dan lebih dari 1.400 merupakan warga Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, pada Senin (14/2), mengatakan ia mendengar kabar bahwa Rusia akan melakukan serangan pada Rabu (16/2).
Diketahui, Amerika Serikat (AS) mengatakan Moskow sedang meningkatkan kekuatan militernya.
Sementara itu, Rusia telah memberi isyarat untuk terus melakukan dialog dengan negara-negara Barat dalam upaya meredakan krisis keamanan.
(Susi Susanti)