Ia mengaku tidak melarang penggunaan pengeras suara baik di masjid maupun di musala. Namun, ia meminta agar diatur penggunaannya maksimal 100 db (desibel) baik sebelum maupun sesudah azan.
"Agar niat menggunakan toa atau speaker sebagai sarana atau wasilah melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan. Tanpa harus mengganggu mereka mungkin tidak sama dengan keyakinan kita," ujar dia.
Dengan demikian kata Menag diterbitkannya aturan ini, selain untuk menghargai perbedaan keyakinan di Indonesia, juga dapat mengurangi kebisingan pengeras suara masjid ataupun musala yang tidak serempak.
"Bagaimana suara itu tidak diatur pasti mengganggu, apalagi kalau banyak di sekitar kita kita diam di suatu tempat. Kemudian misalnya ada truk kiri kanan depan belakang mereka menyalakan mesin bersama-sama pasti kita terganggu," ucapnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)