"Ini adalah bukti dari kemajuan luar biasa yang telah dicapai oleh perempuan," kata Wilson kepada situs web berita sains Space.com pada 2020.
"Saya tentu saja senang bisa masuk dalam kelompok dan menantikan siapa pun perempuan pertama dan setelahnya yang menjadi bagian dari program Artemis untuk melanjutkan penelitian kita tentang Bulan,” lanjutnya.
Setengah dari tim yang akan berangkat ke bulan adalah orang kulit berwarna.
Pada November 2021, hanya 75 dari 600 orang yang telah berada di luar angkasa adalah perempuan, menurut Nasa.
Terutama di AS, kandidat astronot perempuan pernah menghadapi seksisme institusional.
Nasa merekrut astronot pertamanya dari pilot uji coba militer pada 1960-an, ketika perempuan tidak diizinkan menerbangkan jet militer.
Sebaliknya, Uni Soviet mengirim Valentina Tereshkova - mantan pekerja tekstil dan skydiver amatir - ke luar angkasa pada 1963.
Dua puluh tahun kemudian AS mengirim astronot perempuan pertamanya - Sally Ride, di Challenger.
"Sangat mudah untuk mengingat ketidaksetaraan bagi perempuan yang ingin menjadi astronot hanya satu generasi yang lalu," kata Dr Margaret Weitekamp, Ketua Departemen Sejarah Luar Angkasa Museum Udara dan Luar Angkasa Nasional AS.
"Ketidaksetaraan masih ada, tetapi sistemnya mulai terbuka,” lanjutnya.
Lalu ada ketidakseimbangan rasial. Yakni hanya 14 dari 330 orang Amerika yang dikirim Nasa ke luar angkasa berkulit hitam - dan 14 lainnya adalah orang Asia-Amerika.
Sementara itu, Soviet mengirim orang kulit berwarna pertama ke luar angkasa pada 1980 yakni kosmonot Kuba Arnaldo Tamayo Mendez.
"Kita perlu menjaganya tetap adil,” ujarnya.
Agensi tahu bahwa masih banyak yang perlu mereka lakukan.