SERGEI Krikalev tercatat dalam sejarah sebagai 'warga Uni Soviet terakhir'. Kisahnya bermula pada 18 Mei 1991, dia meninggalkan bumi dengan menggunakan pesawat luar angkasa Soyuz.
Bersama kosmonaut lain dari Soviet, Anatoly Artsebarsky, dan astronaut Inggris, Helen Sharman, ia menjalankan misi selama lima bulan di Stasiun Ruang Angkasa MIR untuk mengorbit bumi.
Peluncuran roket dilakukan dari Kosmodrom Baikonur yang legendaris di Kazakhstan. Kala itu, Stasiun Ruang Angkasa MIR merupakan simbol kekuatan Soviet dalam hal eksplorasi antariksa.
Perjalanan Krikalev mulus di luar angkasa, apalagi ia terbilang rutin melakukan sejumlah perbaikan di MIR. Lain hal di Bumi, Uni Soviet hancur berantakan.
Misi yang awalnya berjalan lancar menjadi sebuah ketidakpastian. Krikalev selama berbulan-bulan harus melayang-layang di luar angkasa dua kali lebih lama dari yang direncanakan.
Cathleen Lewis, sejarawan yang meneliti program luar angkasa di Museum Dirgantara dan Luar Angkasa Nasional Smithsonian di Washington DC, Amerika Serikat mengungkapkan, selama misi panjangnya di MIR, Krikalev kerap mengoperasikan radio untuk berbincang dengan warga biasa yang menemukan frekuensinya dari Bumi.
"Dengan cara itu, dia menjalin hubungan informal dengan orang-orang di seluruh dunia," ujar Lewis seperti dikutip BBC.
Meski, Krikalev bukan orang satu-satunya yang berada di MIR, tapi hanya dia yang bicara dengan radio sepanjang waktu. Bahkan, sekarang hanya dia juga menjadi tokoh publik meski ada kosmonut lainnya.
Menjalankan Tugas
Meski bukan hal yang mudah, Krikalev menerima misi untuk memperpanjang masa tinggalnya di luar angkasa.
"Apakah saya akan memiliki cukup kekuatan, dapatkah saya menjalani misi yang lebih panjang? Saya pun punya keraguan," kata kosmonaut tersebut.
Krikalev dan Volkov sebenarnya bisa saja pulang ke Bumi kapan saja. Namun, ini berarti mereka akan meninggalkan stasiun MIR tanpa awak.
"Ada masalah birokrasi," tukas Lewis.
"Mereka tidak ingin meninggalkan stasiun itu tanpa awak, tapi mereka juga tidak punya uang untuk mengirim awak pengganti."
Sementara Pemerintah Rusia menjanjikan pada Kazakhstan bahwa mereka akan mengirim kosmonaut dari negara tersebut sebagai pengganti Krikalev. Langkah tersebut dianggap cara untuk menenangkan gejolak di antara kedua negara.
Sayangnya, Kazakhstan tak memiliki kosmonaut dengan pengalaman seperti Krikalev, yang menandakan butuh waktu untuk melatihnya. Pada Oktober, tiga kosmonaut baru tiba di Stasiun MIR, namun tapi tak seorang pun dari mereka dilatih untuk menggantikan Krikalev.
Pemerintah Rusia memiliki prioritas lain, dan permasalahan lain. Tak heran, orang-orang yang berada di luar Uni Soviet, kata Lewis, justru yang lebih khawatir dengan kondisi Krikalev.
Mereka mengatakan, "Bayangkan, seorang pria ditinggalkan begitu saja di angkasa luar,"
Kondisi di Bumi semakin menjadi-jadi, pada 25 Oktober 1991, Kazakhstan mendeklarasikan kedaulatannya, yang berarti, kosmodrom tempat meluncur Krikalev tidak lagi di bawah kendali Rusia.
Pada 25 Desember 1991, Uni Soviet sepenuhnya kolaps. Hari itu, Gorbachev mengumumkan pengunduran dirinya karena masalah kesehatan, mengakhiri kekaisaran yang telah terluka parah.
Uni Soviet pun pecah menjadi 15 negara. Sementara pemerintahan yang mengirim Krikalev ke ruang angkasa sudah tidak ada lagi.
Saat Krikalev di ruang angkasa, diketahui antara tahun 1990-1991, semua republik yang bergabung dengan Republik Sosialis Bersatu Soviet (USSR) mendeklarasikan kemerdekaannya.
Pada saat itu, Presiden Mikhail Gorbachev, dengan "Perestroika"-nya yang termasyhur mencoba memodernisasi negaranya menuju kapitalisme, mendesentralisasi kekuatan ekonomi banyak perusahaan dan mengizinkan pembuatan bisnis swasta.
Hal tersebut menimbulkan perlawanan dari Partai Komunis. Pada 19-21 Agustus 1991, sekelompok politisi dari sayap terkuat Partai Komunis mencoba melakukan kudeta terhadap Gorbachev, yang meskipun gagal, menciptakan perpecahan parah Uni Soviet.
Ketika Gorbachev kehilangan kendali akan negaranya, Krikalev terus melayang-layang di ruang angkasa. Krikalev diminta untuk tetap berada di angkasa sampai jangka waktu yang tidak ditentukan menyusul krisis politik dan ekonomi yang terus menerpa USSR yang mulai pecah.
"Bagi kami, ini tidak terduga, kami tidak mengerti apa yang terjadi," kenang Krikalev, seperti dicuplik dari dokumenter BBC, "The last Soviet citizen" pada 1993.
Istri Krikalev, Elena Terekhina, yang bekerja sebagai operator radio untuk program luar angkasa Soviet terus berkomunikasi dengan suaminya. Namun, ia tak menceritakan detail apa yang terjadi di Bumi.
"Saya mencoba untuk tak membicarakan hal-hal buruk dengannya, dan saya rasa dia pun demikian," kata Terekhina dalam dokumenter BBC yang sama.
"Dia selalu berkata pada saya, semuanya baik-baik saja, jadi sangat sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya dia rasakan di dalam hati."
Kembali ke Bumi
Tepat tiga bulan setelahnya, pada 25 Maret 1992, Krikalev dan Volkov kembali ke Bumi. Krikalev menghabiskan 312 hari di luar angkasa, mengitari Bumi selama 5.000 kali.
Selama di luar angkasa, Krikalev menghabiskan waktu mendengarkan musik yang dimainkan teman-temannya, berbicara di radio dan memandangi Bumi. "Senang sekali bisa kembali ke Bumi, meskipun kami harus beradaptasi kembali dengan gravitasi, kami dapat membebaskan diri dari beban psikologi," kata Krikalev.
"Saya tidak akan menyebut momen itu sebagai euforia, tapi yang jelas itu sangat menyenangkan."
Dengan peritiwa yang dialami tak membuatnya kapok. Dia justru menyatakan siap untuk melakukan perjalanan lain. Pada 2000, dia menjadi salah satu dari kru pertama yang melakukan perjalanan ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS), simbol era eksplorasi luar angkasa baru, yang meninggalkan pertarungan lawas dan membuka jalan bagi kolaborasi beberapa negara untuk membuka tabir misteri alam semesta.
NASA sendiri menyebutkan berada di luar angkasa dapat menimbulkan risiko yang berkaitan dengan radiasi. Di mana, hal itu bisa saja menyebabkan kanker atau penyakit degeneratif lainnya.
Kurangnya gravitasi dapat menyebabkan hilangnya massa otot dan tulang; dan sistem imun tubuh juga bisa mengalami perubahan. Sementara isolasi dapat memicu masalah-masalah psikologis, seperti perubahan perilaku atau kehilangan mood.
(Arief Setyadi )