JENEWA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Pakistan akan melangsungkan konferensi di Jenewa pada Senin (9/1/2023) untuk memobilisasi dukungan bagi pemulihan Pakistan pasca bencana banjir pada tahun lalu.
Pihak penyelenggara mengatakan delegasi dari 40 negara, termasuk beberapa kepala negara, perwakilan lembaga keuangan internasional dan organisasi pembangunan, akan mengikuti Konferensi Internasional Pakistan yang Tahan Iklim itu.
Perdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif bersama Sekjen PBB Antonio Guterres akan menjadi tuan rumah bersama acara untuk mencari bantuan sekitar USD16,3 miliar (Rp254 triliun) untuk merehabilitasi dan membangun kembali infrastruktur yang rusak karena banjir dahsyat itu, dengan infrastruktur baru yang lebih tahan perubahan iklim.
 BACA JUGA: UNICEF: Anak-Anak Paling Menderita Akibat Krisis Iklim, 30 Juta Anak di 27 Negara Terkena Banjir Dahsyat
“Jutaan orang Pakistan yang terkena dampak kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menyerukan belas kasihan dan solidaritas untuk membangun kembali infrastruktur tersebut dengan lebih baik,” ujar Sharif dalam pernyataan pada Minggu (8/1/2023) sebelum terbang ke Jenewa, dikutip VOA.
 BACA JUGA: Tiba di Pakistan, Tim Medis Indonesia 2 Bulan Bantu Korban Banjir
“Kami akan menempatkan rencana kerja pasca bencana yang komprehensif untuk pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi dengan ketahanan di hadapan mitra-mitra pembangunan dan negara sahabat.” “Menjembatani kesenjangan pendanaan adalah kunci memulihkan infrastruktur penting, membangun kembali kehidupan dan mata pencaharian baru, serta menghidupkan kembali ekonomi,” tegasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
PBB mengatakan banjir tahun 2022 yang disebabkan oleh curah hujan yang memecahkan rekor itu merupakan bencana terburuk di Pakistan dalam puluhan tahun, membuat sepertiga negara terendam dan berdampak pada 33 juta orang. Sedikitnya 1.700 orang meninggal dan lebih dari 8 juta orang mengungsi.
Banjir berikutnya membuat lebih dari dua juta orang kehilangan tempat tinggal, memusnahkan tanaman dan menghancurkan atau merusak infrastruktur vital, termasuk ribuan kilometer jalan dan rel kereta api.
Guterres telah mengunjungi daerah-daerah yang dilanda banjir itu September lalu dan menggambarkan kehancuran itu sebagai “pembantaian iklim.”
Sebelum konferensi pada Senin (9/1/2023) waktu setempat, Perwakilan U.N. Development Program Resident Representative di Pakistan, Knut Ostby, mengatakan bencana banjir itu disebabkan oleh percepatan perubahan iklim di seluruh dunia.
Sebagian besar banjir itu sudah surut, tetapi studi pasca bencana yang didukung secara internasional memperkirakan dibutuhkan sekitar USD16,3 miliar (Rp254 triliun) untuk membantu rehabilitasi dan rekonstruksi negara itu dalam jangka panjang. Pejabat-pejabat Pakistan dan PBB mengatakan jutaan anak masih tinggal di dekat lokasi air yang terkontaminasi dan tergenang sehingga membahayakan kelangsungan hidup dan kesejahteraan mereka.
Pemerintah Sharif mengatakan bencana banjir itu telah menambah tantangan ekonomi yang dihadapi Pakistan. Negara berpenduduk 220 juta jiwa itu sedang berjuang membayar impor seperti energi dan pangan, di tengah menyusut cepatnya cadangan devisa yang menyulitkan negara itu memenuhi kewajiban membayar utang luar negerinya.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.