MALANG - Klenteng Eng An Kiong Malang memiliki sejarah panjang dalam peradaban kaum Tionghoa menjelang perayaan Imlek. Selain sebagai tempat ibadah, klenteng juga menjadi bagian dari interaksi antara kaum Tionghoa dengan warga pribumi di zamannya hingga sekarang.
Rudi Phan Ketua pengelola yayasan Klenteng Eng An Kiong menuturkan, Klenteng Eng An Kiong telah memiliki usia sekitar 2 abad atau 200 tahun lebih, mengingat klenteng ini dibangun pada 1825. Awalnya klenteng hanya dibangun sederhana dengan komposisi kayu secara sederhana.
 (Baca juga: Gong Xi Fa Cai! 26 Napi Konghucu Dapat Remisi Imlek, 1 Langsung Bebas)
"Berdiri tahun 1825, hampir 200 tahun, dua abad hampir dulu bangsa Cina ini ke sini sudah ratusan tahun, di Jawa Tengah kelentengnya sudah 600 tahun Kelenteng Sam Po Kong," ujar Rudi Phan, kepada Okezone, Minggu (22/1/2023).
Saat itu, kaum Tionghoa itu bermukim dan membuat bangunan klenteng yang kini berada di Jalan Laksda Adi Martadinata, Kota Malang. Namun kini kawasan permukiman Pecinan ini sudah berbaur dengan etnis lain, baik etnis Arab dan pribumi lainnya.
"Kalau dulu orang Chinese kan satu center (terpusat) orang dari mulut ke mulut di mana di Kota Malang, mereka mendirikan satu komunitas di daerah Pecinan ini sekarang sudah campur baur, ada orang Arabnya, orang Indonesia, dulu tahun 50an murni orang China semua," jelasnya.
Pendatang dari China ini mengarungi samudra hingga tiba di beberapa kota di Pulau Jawa mulai dari Semarang, Tuban, dan Surabaya. Sisanya sebagian menuju Malang dan membuat perkumpulan serta bermukim di Malang. Tak heran secara keterikatan sejarah dan budaya perkembangan kaum Tionghoa di Malang dengan Jawa Tengah.
"Sejak datang bawa (keluarga) dan peranak pinak di sini. Mereka berdagang, dulu naik perahu ratusan tahun lalu, laut masih tenang, nggak ada polusi nggak ada apa-apa, jadi berani dan menempati di pesisir pantai, Semarang, Surabaya, Tuban, sampai sini juga," tuturnya.
Menurutnya, para pendatang dari negeri China mayoritas berdagang sehingga mereka lantas mendirikan sebuah perkumpulan di Malang dan tentu juga mendirikan tempat ibadah berupa klenteng ini. Jadi dapat dikatakan Rudi, antara kedatangan orang Tionghoa di Malang dengan pendirian klenteng nyaris sama.
"(Kedatangan Tionghoa) hampir sama, 1825 jadi mereka datang namanya manusia cari Tuhannya, akhirnya mendirikan klenteng ini. Tapi berdagang dulu, terus mendirikan klenteng ini, terus bersama mendirikan klenteng, seperti muslim mendirikan musala," paparnya.
Baca Juga: BuddyKu Festival, Generasi Muda Wajib Hadir
Follow Berita Okezone di Google News