“Dan kami telah menjalin hubungan yang lebih terbuka; kuat dengan AS tetapi sama kuatnya dengan China, India, Inggris, Prancis, dan lainnya,” lanjutnya.
“Polarisasi itu adalah alasan berbagai pihak membawa berbagai bentuk pengaruh ke meja,” ujarnya.
“Hal cerdas untuk kerajaan adalah menempatkan portofolio hubungan strategis yang semuanya berkontribusi pada keamanan dan kemakmurannya dengan cara yang berbeda,” ungkapnya.
Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk AS, Putri Reema binti Bandar Al Saud, mengatakan kepada Becky Anderson dari CNN pada Oktober tahun lalu bahwa peninjauan kembali hubungan AS-Saudi adalah hal yang positif.
“Kerajaan ini bukanlah kerajaan seperti lima tahun yang lalu, bukan kerajaan seperti 10 tahun yang lalu. Jadi, setiap analisis yang ada tidak lagi relevan,” katanya, namun menekankan bahwa aliansi dengan AS sangat luas dan kuat.
Berbicara kepada CNN's Becky Anderson pada Kamis (30/3/2023), Vali Nasr, profesor studi Timur Tengah dan urusan internasional di Johns Hopkins University School of Advanced International Studies (SAIS), mengatakan AS perlu memikirkan kembali kebijakan Timur Tengahnya karena telah didasarkan pada konsep yang sangat berbeda dari Arab Saudi.”
Analis, bagaimanapun, mengatakan bahwa Timur Tengah tidak mungkin menjadi arena persaingan AS-Cina, mengingat fokus berorientasi ekonomi Beijing dan keengganannya untuk bermain politik regional. Oleh karena itu, hubungan Saudi-Cina tidak mungkin menjadi aliansi penuh.