Bahkan ia menyebut, Gunung Buring yang ada di timur Kota Malang saat ini disebut juga Gunung Malang. Sementara tak jauh dari Gunung Buring, terdapat nama Demang Malang, dimana berarti ada nama Kademangan Malang, yang berarti sebutan untuk desa yang lebih luas.
“Ada Demang namanya Demang Malang berarti ada Kademangan Malang. Demang Malang makamnya ada. Ada Kademangan Malang, pada masa kolonial (pemerintah Hindia Belanda) ada distrik Malang,” jelasnya.
“Itu kan nama tempat, Kademangan Demang semacam desa, tapi desa yang luas. Berarti ada desa yang namanya Malang, wong namanya Demang Malang,” imbuhnya.
Berangkat dari sanalah Dwi Cahyono menyatakan perkiraan Desa Malang itu berada di sekitar Kelurahan Kota Lama saat ini, sebab di daerah Kota Lama ditemukan makam Demang Malang.
“Ketemu di daerah Kota Lama situ makamnya Demang Malang, berarti Desa Malang itu di mana, ya di sekitar Kota Lama,” katanya.
Dari sebuah desa itulah kemudian wilayah Malang berkembang terus hingga menjadi Kabupaten Malang. Kemudian oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda, dimunculkanlah pemerintahan Kota Malang yang menjadi cikal bakal Kota Malang saat ini.
“Jadi nama Malang berasal dari mana, ya nama Malang saja, nama desa, dari nama desa berkembang - berkembang menjadi nama daerah, Malang itu nama tempat, yang kemudian berkembang dari desa kemudian menjadi kademangan, kebetulan muncul Demang Malang,” paparnya.
“Kemudian Distrik Malang, pada masa kolonial. Kemudian mekar lagi menjadi Kabupaten Malang, kemudian Kabupaten Malang dipecah menjadi kabupaten dan Kota Malang,” terangnya.
Dirinya menegaskan salah kaprah jika Malang berasal dari Malang Kucecwara. Mengingat Malang Kucecwara itu merupakan suatu bangunan suci yang terdapat juga di beberapa daerah seperti Kedu Selatan atau Magelang Utara dan di Candi Perwara yang ada di Candi Prambanan.
“Artinya teori yang dipakai, pendapat yang dipakai oleh Pemerintah Kota Malang dari Malang Kucecwara, itu pendapat basi sudah seharusnya ditinggalkan. Jadi salah kaprah,” tukasnya.
(Awaludin)