JAKARTA - Awal Syawal 1444 Hijriyah beredar sebuah unggahan di media sosial yang mempertontonkan sebuah prosesi Sholat Ied dengan mencampur shaf pria dan wanita dalam satu barisan. Setelah ditelusuri, kejadian itu terjadi di Pesantren Al-Zaytun, Patrol, Indramayu.
Polemik publik terus berjalan, dikarenakan pemberitaan terkait dengan video tersebut juga begitu gencar di sosial media. Kejanggalan lain juga bukan saja terkait dengan shaf yang dicampur. Namun juga bagaimana para jamaah Shalat Ied duduk di atas kursi lipat dengan kerapatan shaf yang sangat renggang.
Dalam sebuah penjelasan pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang menjelaskan hal itu adalah urusan perempuan. Dalam penjelasannya dia mengatakan dibebaskan kaum perempuan untuk mengambil shaf depan di belakang Imam shalat.
“Kalau ditanya mazhabnya apa, la nanti saya jelaskan aneh lagi. Ini Mazhab Bung Karno. Karena saya pernah bertemu beliau saat kelas 3 SD (Sekolah Rakyat),” ujar Panji Gumilang.
Dilansir dari Antara, Sekretaris Eksekutif Said Aqil Sirodj Institute, Abi Rekso menilai ada sebuah prakondisi Pemilu 2024 dengan kembali menarik-narik isu Islam.
“Ini ada operasi intelijen yang bekerja untuk kepentingan pemilu 2024. Kenapa video ini baru muncul tiba-tiba tahun ini? Sebenarnya, secara dalil hukum dan hadits sudah dijelaskan oleh Kiai Marsudi Syuhud dari MUI secara gamblang dan jelas. Bisa ditonton di Youtube, itu tuntas sudah semuanya beliau jelaskan,” tuturnya, Selasa (2/5/2023).
Abi Rekso melihat ada indikasi yang ingin kembali menggunakan isu Islam, untuk mengeruhkan situasi menjelang Pemilu 2024. Dirinya mencatat ada dua hal penting yang harus dipahami publik terkait isu tersebut.
Pertama, ada kesan kontroversi ini sengaja diciptakan dengan pendekatan intelijen politik tertentu. Kedua, dengan menyatakan bahwa aturan shaf shalat dicampur mengacu pada Mazhab Bung Karno ini juga keliru bahkan cenderung sesat.
Ketika ditanya lebih dalam terkait operasi intelijen dari pihak mana, Abi Rekso menyatakan bahwa ada kelompok yang sedang bekerja untuk kepentingan politik tertentu menjelang 2024.