JAKARTA - Warga Negara Indonesia (WNI) kembali tersangkut kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kali ini terjadi di Filipina. Kasus ini bahkan disebut sebagai “kasus penipuan terbesar” di negara itu. Dari 154 WNI yang terlibat, dua di antaranya menjadi tersangka.
Pada Kamis (04/05/2023) lalu, aparat Filipina menggerebek sebuah kompleks bangunan di kota Mabalacat, Pampanga, Filipina.
BACA JUGA:
Lebih dari 1.000 pekerja disebut melakukan penipuan secara daring dari sana, dan kebanyakan dari mereka diduga menjadi korban TPPO.
Ribuan pekerja itu berasal dari beberapa negara di Asia, 154 di antara mereka adalah WNI.
Sebanyak dua WNI ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pelaku perekrutan. Kini keduanya berada di detensi Kepolisian Filipina.
BACA JUGA:
Adapun sembilan orang yang menyampaikan laporan melalui KBRI Manila berstatus sebagai saksi dan saat ini berada di rumah aman Kepolisian Filipina, ungkap Kedutaan Besar RI di Manila.
Sementara 143 orang lainnya masih berada di asrama perusahaan yang dijaga oleh Kepolisian Filipina.
“Mereka belum ditetapkan statusnya, masih menunggu proses persidangan,” kata Sekretaris Pertama Fungsi Protokol Konsuler KBRI Manila, Nona Siska Noviyanti, dilansir dari BBC News Indonesia, Rabu (10/05/2023).
Kasus TPPO di Filipina adalah yang terkini di kawasan ASEAN. Sebelumnya, kasus serupa terjadi di Laos, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
Pegiat HAM mengatakan status TPPO di Asia Tenggara “sudah darurat”.
Bagaimana kejahatan itu terungkap?
Nona Siska Noviyanti mengatakan operasi penggeledahan yang dilakukan oleh polisi Filipina dilakukan berdasarkan laporan pengaduan para WNI, yang disampaikan secara tertulis pada akhir April lalu.
“Polisi Filipina menerima laporan dari sejumlah pekerja WNI melalui KBRI Manila mengenai perlakuan perusahaan yang tidak normal, seperti menahan paspor mereka, jam kerja yang tidak normal, pemotongan gaji kalau mereka tidak mencapai target,” kata Siska.